Followers

Saturday, April 26, 2014

Refleksi Hari Kartini : Upaya Menunggu Terbitnya Terang di Tosari





Kami memiliki harapan yang besar bahwa remaja di Tosari akan sadar dan paham tentang kesehatan reproduksi mereka, menikah ketika mereka siap secara fisik dan psikis, menggunakan pendidikan mereka untuk mencari penghasilan, anak-anak mereka pun akan sehat dan sejahtera seperti mereka. Dan yang terpenting, semua ini akan terus berlanjut dari generasi ke generasi.

 
Wanita selalu menjadi sosok menarik di masyarakat, ia memiliki peran domestik yang spesial, tapi ia juga punya kekuatan dahsyat untuk mampu berkarir, berkarya. Dengan dua sisi ini, wanita sangat berpotensi menjadi motor perubahan di masyarakat. Bahkan kesetaraan gender menjadi salah satu goal MDGs, goal ini berusaha meningkatkan peran serta wanita di masyarakat. Investasi pada wanita adalah salah satu kunci untuk mengubah masa depan menjadi lebih baik. Membangun kapasitas wanita adalah pembuka jalan menuju kesejahteraan masyarakat.

Kini, setelah berpuluh tahun berlalu sejak Kartini bersurat dengan sahabatnya di Belanda, surat yang katanya melampaui wanita jaman itu, wujud emansipasi katanya, bagaimana potret wanita di sekitar kita ? Apakah sudah terang seperti judul buku Kartini, habis gelap terbitlah terang, atau masih saja buram.

Saya ingin menceritakan sepenggal fenomena di Tosari, secuil bagian dari Indonesia. Di sini, pergaulan remaja bisa dibilang cukup bebas. Kasus kehamilan sebelum menikah kerap terjadi, pun premarital sex. Setiap kami datang ke posyandu, begitu banyak ibu-ibu muda di bawah usia 20 tahun. Puskesmas juga sering menerima kasus bayi lahir prematur, hampir seluruh bayi prematur ini dilahirkan oleh ibu-ibu berusia muda, kurang dari 20 tahun. Tentunya kemungkinan untuk terjadi kematian bayi akan lebih tinggi pada bayi prematur ini.

Ada lagi fakta yang menarik, kami sempat menyebarkan kuesioner kesehatan reproduksi ke seluruh SMP dan SMA di Tosari. Ternyata dari seluruh sampel yang berjumlah 524, hanya 145 siswa yang mengaku pernah mendapat informasi kesehatan reproduksi dari ayah/ ibunya. Padahal ayah / ibu adalah salah satu sumber informasi kespro yang terpercaya. Kami juga melihat tentang pengetahuan mereka tentang hubungan seks, sebanyak 201 siswa (38%) menganggap bahwa berhubungan seks satu kali tidak akan menyebabkan kehamilan. Selain itu, ada 214 siswa (40%) yang menyatakan bahwa hubungan seks dalam pacaran dapat dibenarkan jika suka sama suka, 94 siswa (18%) setuju bahwa hubungan seks adalah bukti cinta kepada pacar. Gaya pacaran juga berusaha kami gali, sebanyak 112 siswa (21%) pernah memeluk atau dipeluk di pinggang, 131 siswa (25%) ciuman kening, 46 siswa (9%) pernah ciuman di leher, 78 siswa (15%) ciuman bibir, 25 siswa (5%) meraba bagian tubuh, dan 6 siswa (1%) mengaku pernah berhubungan seksual. Hasil ini bisa jadi seperti fenomena gunung es, masih banyak yang tak terlihat, tak terdata. Apalagi masih banyak penduduk berusia remaja yang tidak melanjutkan pendidikan ke SMP atau SMA.

Mengejutkan ? Bagi kami ini sangat mengejutkan. Remaja, di usianya yang menggelora, tak paham dengan batasan pergaulan dan tidak mendapat informasi yang benar mengenai kesehatan reproduksi, hubungan seks yang tidak aman akan sangat mungkin terjadi. Selanjutnya ? seperti yang sudah-sudah, hamil di usia sekolah, menikah, kehamilan dan kelahiran beresiko. Oke, mereka berhasil melahirkan dengan selamat dan bayinya pun sehat, lalu bekal apakah yang mereka gunakan untuk mendidik anaknya, padahal mendidik anak membutuhkan emosi yang matang dan pengetahuan yang cukup. Lalu setelah itu anak mereka bisa jadi mengikuti jejak ayah dan ibunya. Betapa rantai setan ini tak akan pernah putus.

Bagaimana bisa wanita mengambil peran lebih di masyarakat ketika mengurusi keluarga saja sudah kalang kabut, mendidik anak saja tak tahu apa yang harus dilakukan. Padahal unit terkecil dalam membangun masyarakat adalah keluarga dan tonggak penting kualitas keluarga adalah ibu. Ibu merupakan pos pendidikan anak paling awal, baik pendidikan karakter maupun penanaman nilai-nilai yang akan dianut seseorang sampai ia dewasa.

Lalu apa yang bisa kami lakukan untuk memutus rantai setan tersebut ? Investasi sumber daya manusia adalah jawabannya.

Remaja, terutama remaja wanita memiliki peran vital untuk membangun hubungan lawan jenis yang sehat, tanpa perilaku seks beresiko. Asalkan mereka tahu informasi kespro yang benar dan memiliki skill untuk asertif. Kami bersama para pendidik sebaya yang tergabung di Laskar Pencerah berusaha meningkatkan kedua poin penting ini di kalangan remaja. Kami mendorong Laskar Pencerah untuk mampu membagi pengetahuan kespro dan mengingatkan teman-temannya melalui pembelajaran yang dinamis, diskusi kasus, dan usaha kreatif untuk menciptakan media. Sungguh, informasi kespro yang benar adalah hak dari setiap remaja yang memasuki usia produktif. Ketika pendidikan kita masih belum mengintegrasikannya ke kurikulum sekolah, maka kami mencari jalan masuk lain.

Kami memiliki harapan yang besar bahwa remaja di Tosari akan sadar dan paham tentang kesehatan reproduksi mereka, menikah ketika mereka siap secara fisik dan psikis, menggunakan pendidikan mereka untuk mencari penghasilan, anak-anak mereka pun akan sehat dan sejahtera seperti mereka. Dan yang terpenting, semua ini akan terus berlanjut dari generasi ke generasi.

Habis gelap terbitlah terang
Tosari, 25 April 2014, beberapa hari setelah hari Kartini

Bani Bacan Hacantya Yudanagara, S.Psi
@banibacan

No comments:

Post a Comment