Kami memiliki harapan yang besar bahwa remaja di Tosari akan sadar dan paham tentang kesehatan reproduksi mereka, menikah ketika mereka siap secara fisik dan psikis, menggunakan pendidikan mereka untuk mencari penghasilan, anak-anak mereka pun akan sehat dan sejahtera seperti mereka. Dan yang terpenting, semua ini akan terus berlanjut dari generasi ke generasi.
Wanita selalu menjadi
sosok menarik di masyarakat, ia memiliki peran domestik yang spesial, tapi ia
juga punya kekuatan dahsyat untuk mampu berkarir, berkarya. Dengan dua sisi
ini, wanita sangat berpotensi menjadi motor perubahan di masyarakat. Bahkan kesetaraan
gender menjadi salah satu goal MDGs, goal ini berusaha meningkatkan peran serta
wanita di masyarakat. Investasi pada wanita adalah salah satu kunci untuk
mengubah masa depan menjadi lebih baik. Membangun kapasitas wanita adalah
pembuka jalan menuju kesejahteraan masyarakat.
Kini, setelah berpuluh
tahun berlalu sejak Kartini bersurat dengan sahabatnya di Belanda, surat yang
katanya melampaui wanita jaman itu, wujud emansipasi katanya, bagaimana potret
wanita di sekitar kita ? Apakah sudah terang seperti judul buku Kartini, habis
gelap terbitlah terang, atau masih saja buram.
Saya ingin menceritakan
sepenggal fenomena di Tosari, secuil bagian dari Indonesia. Di sini, pergaulan
remaja bisa dibilang cukup bebas. Kasus kehamilan sebelum menikah kerap
terjadi, pun premarital sex. Setiap
kami datang ke posyandu, begitu banyak ibu-ibu muda di bawah usia 20 tahun.
Puskesmas juga sering menerima kasus bayi lahir prematur, hampir seluruh bayi prematur
ini dilahirkan oleh ibu-ibu berusia muda, kurang dari 20 tahun. Tentunya
kemungkinan untuk terjadi kematian bayi akan lebih tinggi pada bayi prematur
ini.
Ada lagi fakta yang
menarik, kami sempat menyebarkan kuesioner kesehatan reproduksi ke seluruh SMP
dan SMA di Tosari. Ternyata dari seluruh sampel yang berjumlah 524, hanya 145
siswa yang mengaku pernah mendapat informasi kesehatan reproduksi dari ayah/
ibunya. Padahal ayah / ibu adalah salah satu sumber informasi kespro yang
terpercaya. Kami juga melihat tentang pengetahuan mereka tentang hubungan seks,
sebanyak 201 siswa (38%) menganggap bahwa berhubungan seks satu kali tidak akan
menyebabkan kehamilan. Selain itu, ada 214 siswa (40%) yang menyatakan bahwa
hubungan seks dalam pacaran dapat dibenarkan jika suka sama suka, 94 siswa
(18%) setuju bahwa hubungan seks adalah bukti cinta kepada pacar. Gaya pacaran
juga berusaha kami gali, sebanyak 112 siswa (21%) pernah memeluk atau dipeluk
di pinggang, 131 siswa (25%) ciuman kening, 46 siswa (9%) pernah ciuman di
leher, 78 siswa (15%) ciuman bibir, 25 siswa (5%) meraba bagian tubuh, dan 6
siswa (1%) mengaku pernah berhubungan seksual. Hasil ini bisa jadi seperti
fenomena gunung es, masih banyak yang tak terlihat, tak terdata. Apalagi masih
banyak penduduk berusia remaja yang tidak melanjutkan pendidikan ke SMP atau
SMA.
Mengejutkan ? Bagi kami
ini sangat mengejutkan. Remaja, di usianya yang menggelora, tak paham dengan
batasan pergaulan dan tidak mendapat informasi yang benar mengenai kesehatan
reproduksi, hubungan seks yang tidak aman akan sangat mungkin terjadi.
Selanjutnya ? seperti yang sudah-sudah, hamil di usia sekolah, menikah,
kehamilan dan kelahiran beresiko. Oke, mereka berhasil melahirkan dengan
selamat dan bayinya pun sehat, lalu bekal apakah yang mereka gunakan untuk
mendidik anaknya, padahal mendidik anak membutuhkan emosi yang matang dan
pengetahuan yang cukup. Lalu setelah itu anak mereka bisa jadi mengikuti jejak
ayah dan ibunya. Betapa rantai setan ini tak akan pernah putus.
Bagaimana bisa wanita
mengambil peran lebih di masyarakat ketika mengurusi keluarga saja sudah kalang
kabut, mendidik anak saja tak tahu apa yang harus dilakukan. Padahal unit
terkecil dalam membangun masyarakat adalah keluarga dan tonggak penting
kualitas keluarga adalah ibu. Ibu merupakan pos pendidikan anak paling awal,
baik pendidikan karakter maupun penanaman nilai-nilai yang akan dianut
seseorang sampai ia dewasa.
Lalu apa yang bisa kami
lakukan untuk memutus rantai setan tersebut ? Investasi sumber daya manusia adalah
jawabannya.
Remaja, terutama remaja
wanita memiliki peran vital untuk membangun hubungan lawan jenis yang sehat,
tanpa perilaku seks beresiko. Asalkan mereka tahu informasi kespro yang benar
dan memiliki skill untuk asertif. Kami bersama para pendidik sebaya yang
tergabung di Laskar Pencerah berusaha meningkatkan kedua poin penting ini di
kalangan remaja. Kami mendorong Laskar Pencerah untuk mampu membagi pengetahuan
kespro dan mengingatkan teman-temannya melalui pembelajaran yang dinamis,
diskusi kasus, dan usaha kreatif untuk menciptakan media. Sungguh, informasi
kespro yang benar adalah hak dari setiap remaja yang memasuki usia produktif.
Ketika pendidikan kita masih belum mengintegrasikannya ke kurikulum sekolah,
maka kami mencari jalan masuk lain.
Kami memiliki harapan
yang besar bahwa remaja di Tosari akan sadar dan paham tentang kesehatan
reproduksi mereka, menikah ketika mereka siap secara fisik dan psikis,
menggunakan pendidikan mereka untuk mencari penghasilan, anak-anak mereka pun
akan sehat dan sejahtera seperti mereka. Dan yang terpenting, semua ini akan
terus berlanjut dari generasi ke generasi.
Habis
gelap terbitlah terang
Tosari, 25 April 2014,
beberapa hari setelah hari Kartini
Bani Bacan Hacantya
Yudanagara, S.Psi
@banibacan
No comments:
Post a Comment