Followers

Thursday, October 31, 2013

Warna Warni Cerita dari Tosari

“Menurut saya, Tosari adalah miniatur Indonesia. Kenapa? Karena di sana kita bisa lihat keberagaman agama dengan masyarakat yang tetap bertoleransi,” ujar beberapa orang yang mengemukakan pendapatnya mengenai Tosari.
Kecamatan Tosari, adalah daerah penempatan saya selama masa tugas menjadi Tim Pencerah Nusantara angkatan 2. Tiga hal yang membuat saya jatuh cinta pada tempat ini. Pertama, pemandangan alamnya, lalu kebudayaan masyarakat Tengger, dan kerukunan bermasyarakat yang ada di sini.
Pemandangan alam Tosari tidak perlu diragukan lagi. Sebagai daerah yang berada di Kawasan Wisata Bromo, maka mata ini tidak pernah berhenti puas dengan segala yang disuguhkan alam di sini. Hamparan perkebunan, barisan pohon pinus, perbukitan yang menjulang, warna-warni bunga, bahkan suasana berkabut juga menjadi lukisan yang melengkapi segala keindahan yang ada. Jalan yang berkelok-kelok memberi sensasi tersendiri dalam menikmati pemandangan yang ada. Sepanjang saya menelusuri dusun-dusunnya, Tlogosari, Ledoksari, Wonokitri, Podokoyo, Kandangan, Purwono, Sedaeng, Baledono, Junggo, Mororejo, semua terdefinisikan dalam satu kata: indah. Perpaduan warna biru langit dan hamparan hijau alam sungguh membuktikan betapa daerah ini diberkati dengan keadaan alam yang memukau. Ini baru di dusun-dusun. Belum ke Bromo, saudara-saudara.
Memandang Matahari di Hari-Hari Pertama
Matahari yang Selalu Dinanti-Nanti


Matahari di Belakang Penginapan
Menjelang Sunset
Yang Mempercantik Alam Tosari
Pemandangan dari Sebuah Sekolah
Pemercantik Alam Tosari Juga
Cool View, Right? :D
Pemandangan dari SD di Atas Bukit
Pemandangan dari Sebuah Desa, Seperti Berada di Negeri di Atas Awan (:
 Ada yang spesial di Tosari, salah satunya adalah yang disebut Lombok Terong. Cabe ini punya ukuran yang tidak biasa, jauh lebih besar daripada cabe yang biasa saya lihat. Rasanya? Jangan ditanya... jauh lebih pedas juga dari cabe yang biasa. Pesan moral yang selalu diberikan setiap orang pada kami soal cabe ini adalah: kalau mau masak cabe ini, jangan lupa untuk membuang bijinya! Kalau lupa, risiko ditanggung konsumen...
Ada lagi yang spesial, namanya semen. Bukan semen untuk bangunan itu, tapi semen sayuran. Berasal dari kata semaian, tapi orang Tengger biasa sebut praktis dengan ‘semen’. Semen adalah semaian kol. Jadi, singkatnya daun kol muda begitu. Orang biasa memasaknya sebagai lalapan dan dipadu dengan sambel tomat+cabe terong. Kalau ditambah tahu, tempe goreng, hmmm...sedaaap....
Ini diaaa... Kebun Semen
 Kemudian, mari kita coba beralih mengenai kebudayaan di sini. Masyarakat Tosari sebagian besar adalah Suku Tengger. Mereka punya sebuah salam, salamnya orang Tengger kata mereka. “Hong Ulon Basuki Langgeng”, sebuah salam yang juga menjadi doa bagi mereka, kiranya ‘keselamatan (bisa juga kesejahteraan) senantiasa beserta kita’, yang kemudian disambut dengan balasan salam “Langgeng Basuki!” yang artinya kurang lebih ‘selamat (atau juga sejahtera) selamanya’. Masyarakat Tengger punya beberapa kebudayaan yang menggambarkan local wisdom mereka. Beberapa yang saya ketahui adalah budaya betek (semoga saya tidak salah tulis) dan Karo. Betek adalah budaya dimana ketika seorang warga punya hajat atau acara besar, maka semua warga turut membantu mempersiapkan acara tersebut. Yang pernah saya alami adalah ketika salah satu warga di dusun tempat saya tinggal punya gawe mantu, maka satu dusun ikut membantu. Ibu-ibu memasak, bapak-bapak membantu di bagian yang lain. Tidak tanggung-tanggung, sekitar 250 orang terlibat membantu warga yang punya hajatan. Dan yang lebih membuat speechless adalah ketika mengetahui bahwa betek ini tidak hanya berlangsung selama sehari tapi bisa hampir satu minggu. Luar biasa!! Tapi begitulah, prinsipnya, susah senang ditanggung bersama. Kebudayaan selanjutnya yang mau saya ceritakan adalah Karo. Bisa dibilang bahwa Karo adalah Lebarannya orang Tengger. Karo menjadi momen anjangsana bagi masing-masing warga. Sistemnya, setiap desa punya jadwalnya masing-masing. Waktunya, bisa mencapai sebulan, per desa bisa 2-4 hari merayakan Karo, tergantung jumlah dusunnya. Jadi, jika minggu ini jadwalnya Desa Tlogosari merayakan Karo, maka warga dari desa lain akan berkunjung ke masyarakat Desa Tlogosari. Sementara warga Desa Tlogosari sibuk menyiapkan makanan untuk sajian. Tidak tanggung-tanggung, makanan yang disajikan tidak hanya snack ringan tapi juga makanan berat. Kemudian, setiap warga yang berkunjung diwajibkan makan makanan warga yang dikunjungi. Maka, beruntunglah kami sebagai pendatang karena kami dapat undangan Karo banyak sekali. kami kenyang selama beberapa hari tanpa masak, bahkan tidak hanya kenyang tapi kekenyangan. Karena saking banyaknya rumah yang kami kujungi, kami yang berangkat dengan perut kosong, akhirnya pulang dengan perut buncit. Hehehe...
Sajian Saat Karo, Baru Snack Saja yang Ini
Jenang Karo, Jenang yang Penuh Filosofi (:
Hal lain yang membuat saya senang tinggal di Tosari adalah kerukunan bermasyarakatnya. Ada 3 agama yang dipeluk masyarakat Tosari, yaitu Hindu sebagai agama mayoritas, kemudian Islam dan Kristen. Maka wajar jika ditemukan 3 tempat ibadah di sini, pura, gereja, dan masjid. Semua perbedaan itu disatukan dalam sebuah status, yaitu: kita sama-sama orang Tengger. Ya, kesamaan status sebagai orang Tengger itu yang menyatukan semua perbedaan itu menjadi sebuah kerukunan. Di belakang rumah dinas saya ada pura, jalan sedikit ke depan rumah dinas ada gereja, kemudian jalan sedikit melewati kecamatan yang di sebelah rumah dinas, kita bisa menemukan masjid. Semua menghormati keberagaman yang ada. Semua ramah satu sama lain. Semua warga melakukan kebaikan pada orang lain tanpa membedakan agama. Salah satu kebaikan warga yang bisa saya ceritakan adalah begini... Air di rumah dinas sering tidak mengalir. Kalau sudah begitu, jadilah pagi-pagi kami menumpang mand di rumah warga. Waktu itu, saya menumpang mandi di rumah warga yang ada di depan rumah dinas kami. Selesai mandi, saya ditawari sarapan. Plus-plusnya, selesai sarapan, saya diberi kentang, wortel, labu siam, dan semen, semua hasil kebun sendiri. Maka jadilah saya pulang numpang mandi dengan membawa seplastik penuh sayur mayur, persis seperti ibu-ibu baru selesai dari pasar, lengkap dengan handuk pink saya. Anehnya, saya merasa senang. Hehehe... belajar sekali tentang mereka yang selalu senang berbagi (:
Itu dia sedikit cerita tentang Tosari. Senang dan bersyukur bisa tinggal di sini. Kerja tapi juga bersenang-senang. Lain kali saya akan ceritakan pengalaman mengenai hal-hal yang unik lagi selama saya tugas di sini.  Sebentar lagi, setelah Karo, mudah-mudahan ada banyak hal yang bisa saya ceritakan. Mengenai ibu-ibu PKKnya, mengenai anak-anak sekolahnya, mengenai Laskar Pencerah, mengenai Posyandunya, mengenai guru-guru hebat di sini, mengenai kader-kader pejuang di sini, mengenai petugas-petugas Puskesmas yang berdedikasi, dan sebagainya. Penasaran?? Sabar yaa (:
 
Salam,
Kinanthi Estu Linadi, S.KM

Setelah Seminggu di Tosari (Late Post)



Tidak terasa, 6 minggu waktu pelatihan Pencerah Nusantara sudah selesai. Tibalah waktunya bagi kami, 34 anggota Pencerah Nusantara angkatan 2, berangkat ke penempatan masing-masing. Saya sendiri, bersama geng Tosari, melangkahkan kaki kami menuju pesawat yang akan membawa kami ke Surabaya. Saya dan Ncan sebagai pemerhati kesehatan, Kak Maria sebagai dokter sekaligus ketua tim, Intan sebagai bidan, dan Syam sebagai perawat, kami berangkat bukan karena kami mampu melakukan banyak perubahan tapi kami mau berusaha melakukan hal-hal sederhana untuk kesehatan masyarakat Tosari satu tahun ke depan. Puskesmas Kecamatan Tosari, bukan sebuah tempat favorit bagi para tenaga kesehatan. Letaknya yang jauh di lembah Gunung Bromo, udara yang dingin menusuk kulit, kondisi medan yang sulit dijangkau aksesnya, menjadi alasan mengapa para tenaga kesehatannya enggan bertugas di puskesmas ini dalam jangka waktu lama. Namun, di sinilah kami akan belajar mengabdi.

Tim PN tosari Angkt 2: Intan sebagai bidan (jilbab, kacamata), Syam sebagai perawat (the one and only man), Ncan sebagai S. Psi (jilbab tanpa kacamata, Saya sebagai S.KM (tanpa jilbab, rambut keriting), dan Maria sebagai dokter sekaligus ketua (tanpa jilbab, rambut lurus)
Minggu pertama menjadi minggu yang cukup sulit bagi kami beradaptasi. Bagaimana tidak? Kami berlima berasal dari daerah yang berlimpah sinar matahari. Pekanbaru, Sawahlunto, Makassar, Kediri, Semarang, dan kemudian harus berpindah ke Tosari yang udaranya sangat dingin. Seorang staf Dinkes Kabupaten Pasuruan menceritakan pada kami bahwa udara di Tosari adalah sekitar 4-16C. Kontan saja hal itu membuat kami cengar-cengir. Dan memang benar, pertama kali kami menyentuh air di Tosari, brrr... rasanya seperti menyentuh air es. Maka jadilah kami hanya berani mandi sekali sehari dan mencuci baju sekali seminggu di hari-hari pertama. Namun, kehangatan sambutan masyarakat Tosari berhasil menjadi penangkal dinginnya udara yang kami rasakan.  Begitu banyak nilai budaya setempat. Kerukunan umat beragama terpadu harmonis di atas nama kebudayaan bersama. Umat Hindu, Muslim, Nasrani, saling menghargai satu sama lain, bergotong royong membantu hajatan tetangga, terdefinisikan dengan betek atau biasa saya kenal dengan istilah rewang.
 
Di sini kami menemukan keluarga baru, Pak Made dan Bu Kadek, sepasang suami-istri dari Bali yang bersedia menerima dan memperlakukan kami seperti anak mereka sendiri. Di sini juga kami bertemu dengan para guru yang berdedikasi tinggi. Menempuh perjalanan pulang-pergi sejauh kira-kira 42 km demi mendidik siswa-siswa mereka, yang saya sebut sebagai ‘Anak-anak negeri di atas awan’ karena letak sekolah mereka yang nampak seperti di atas awan (ya karena memang ada di puncak perbukitan). Dari Pasuruan mereka rela mendaki lembah Bromo, melewati jalan tidak beraspal, berdebu, berkelok-kelok, ‘hanya’ untuk mengajar anak-anak di desa-desa di Tosari. Bukan hanya mengajarkan ilmu pengetahuan tapi juga mengajarkan pada siswanya untuk bermimpi dan meraih mimpi itu. Bahkan ada seorang guru sekaligus kepala sekolah sebuah SD Negeri di salah satu desa paling ujung Kecamatan Tosari, beliau sudah S2, dan masih setia mengabdi di sana. Terus maju walaupun SD itu hanya punya 21 siswa (ya, 21 siswa saja...dari kelas 1 sampai kelas 6, hanya 21 siswa), walaupun gedung SD itu bisa saja dirobohkan dan semua gurunya dimutasi karena SD itu terancam tidak punya pendaftar siswa baru di tahun ajaran yang akan datang, walaupun tunjangan yang diterima tidak seberapa dibandingkan dengan perjuangan beliau menuju ke sana. Pun di sini kami bertemu dengan orang-orang yang kesulitan dalam memperjuangkan kesehatannya tapi bisa tetap semangat. Salah satunya adalah seorang pasien anak yang saya temui beberapa hari yang lalu. Anak ini berusia sekitar 10-12 tahun (karena dia tidak ingat tanggal lahirnya), kakinya lumpuh dengan diagnosa yang belum jelas. Kakaknya menceritakan bahwa adiknya ini pernah jatuh dari tangga saat umur 4 tahun, lalu beberapa hari kemudian, dia tidak bisa berjalan. Keluarganya mengaku pernah memeriksakan anak ini bahkan mengusahakan fisioterapi. Namun, keterbatasan dana membuat anak ini berhenti melakukan fisioterapi dan akhirnya sekarang, dia hanya duduk dan tidur di atas kasur lantai, menghabiskan hari-harinya dengan menonton televisi. Bagaimana dengan kecerdasannya? Oh... jangan ditanya. Anak ini cerdas sekali untuk ukuran anak yang tidak pernah diajari membaca dan menulis oleh orangtuanya. Anak ini berkomunikasi sangat baik dengan saya dan teman-teman. Jawaban-jawaban cerdasnya membuat kami terkagum-kagum. “Saya mau menjadi pilot,” jawabnya ketika kami menanyakan cita-citanya. Menjadi lucu karena ternyata dia belum pernah melihat pesawat terbang. Ah... saya masih berharap anak ini punya kesempatan untuk mendapatkan bantuan dana demi kelanjutan fisioterapinya. Saya masih berharap ada kesempatan yang diberikan Tuhan untuk anak ini sehingga keadaannya bisa jadi jauh lebih baik. Tangannya berfungsi normal, bahkan punya kekuatan yang luar biasa untuk menarik tangan dokter kami. Dia pernah mencoba berdiri, cukup kuat walaupun masih perlu ditopang kiri dan kanannya. Semoga Tuhan mendengar doa kami, semoga Tuhan bermurah hati memberikan pertolongan bagi anak ini, semoga....
Maka begitulah sedikit cerita di minggu pertama. Alam Tosari yang indah, kehangatan masyarakat di sini, kekentalan adat dan budaya, serta hal-hal unik yang mendatangkan pembelajaran positif. Saya sungguh berharap, kami bisa berjuang. Tosari terlalu indah untuk tidak diminati. Tosari terlalu berharga untuk tidak dilayani. Doa saya, kehadiran kami menambah warna indah di sini. Amin.


Salam sehat,
Kinanthi Estu Linadi, S.KM

Monday, October 14, 2013

Mak Jum, Penjual "Kupang Pasuruan" ini Raup Jutaan Setiap Bulannya


1381650585223520609
Lezatnya kupang

Hmmm....kali ini saya akan mengulas salah satu makanan khas daerah Pasuruan. Tepat sebelum akhirnya saya meninggalkan Pasuruan, saya berkenalan dengan Mak Jum. Penjual "kupang" terlaris ini membagikan resep suksesnya walau warung kecilnya nyaris tidak terlihat jika anda memasuki kota Pasuruan.

Berawal dari Modal Kecil

Yap...mungkin kebanyakan anda tidak tahu apa sebenarnya "kupang" karena jujur saya pun baru tahu jika ikan kecil yang sering ditemukan di lautan ini dinamakan kupang. Berawal dari modal kecil berupa kupang yang diambilnya dari para nelayan di pesisir Lekok-Pasuruan, Mak Jum menerapkan resep kupang. Kalau sepenglihatan saya, kupang ini sejenis ebi tapi yang belum diawetkan.

13816507701561466008
Perawat Naela sudah siap menyantap kupang

Campuran cabe rawit yang diuleg bersama bawang putih dan kadar pedasnya dapat disesuaikan dengan selera ini dicampur dengan lontong. Selanjutnya, kupang dan bumbu yang terbuat dari campuran air kupang, petis juga gula merah ikut menambah rasa lezat. Selanjutnya, ditutup dengan campuran tahu goreng serta lento-sejenis kacang tolo tumbuk goreng-dan ditaburi perasan jeruk nipis.
Wow...kombinasi hebat menurut saya. Tambahan lagi, sate kerang selalu menemani satu porsi kupang.  Resep kecil itulah yang menjadi daya tarik tersendiri dan membuat orang penasaran ntuk mencoba kupang.

1381650867139845947
Pedasnya kupang dapat disesuaikan dengan selera



13816509372022444264
Uleg langsung dari tangan Mak Jum menambah khas seporsi kupang


13816510321621921832
Nikmatnya sate kerang ini menjadi penambah semangat seporsi kupang


Selalu Rendah Hati

Yah...ketika saya tanyakan resep larisnya, dengan rendah hati Mak Jum hanya berucap "Ah...biasa aja mba. Cuma 150 piring perharinya". Padahal, satu piring bisa dibrandol minimal 8 ribu rupiah karena biasanya ada yang suka menambahkan dengan sate kerang. Nah...coba saja kalikan 150 dengan 8 ribu maka anda mendapatkan hasil 1,2 juta perharinya. Saya yang cepat menghitung pun hanya terperanga

"Wah...banyak dong Mak tiap hari dapat duitnya"

"Alhamdulillah mba...dibagi-bagi ama lainnya"

1381650658362239086
Bersama Mak Jum yang hebat tapi tetap rendah hati

Memang, tidak jauh dari warung Mak Jum ini ada sebuah gerobag kelapa muda yang menjadi paket pelengkap jika anda makan kupang. Konon, katanya sih si degan ini dapat menjadi penawar racun dari kupang. Wow...jawaban seorang Mak Jum yang sangat rendah diri dan walau sudah mendapatkan banyak keuntungan, beliau tetap mempertahankan warung kecilnya dan tidak berencana untuk membuka cabang atau memperbesar warungnya.

"Gak mau bangun warung lagi Mak?"

"Gak dulu mba....begini saja karena dari dulu sudah khasnya begini" sambil senyum malu-malu kucing.
Dan akhirnya saya menikmati kupang dengan penuh rasa suka. Wow....kepala saya masih berpikir jika keuntungan bersih Mak Jum 500 ribu saja maka dalam sebulan gaji beliau bisa lebih besar daripada gaji dokter, apalagi PNS. Hehehe...Salut Mak!

Salam Lezaat...
dr.Hafiidhaturrahmah
Pencerah Nusantara Tosari
PS: Ini dia link lain dari kompasioners yang pernah mencicipi kupang juga

Sunday, October 13, 2013

Mak Jum, Penjual "KupangPasuruan" ini Raup Jutaan Setiap Bulannya


Hmmm....kali ini saya akan mengulas salah satu makanan khas daerah Pasuruan. Tepat sebelum akhirnya saya meninggalkan Pasuruan, saya berkenalan dengan Mak Jum. Penjual "kupang" terlaris ini membagikan resep suksesnya walau warung kecilnya nyaris tidak terlihat jika anda memasuki kota Pasuruan.

13816507701561466008
Perawat Naela sudah siap menyantap kupang

Berawal dari Modal Kecil
Yap...mungkin kebanyakan anda tidak tahu apa sebenarnya "kupang" karena jujur saya pun baru tahu jika ikan kecil yang sering ditemukan di lautan ini dinamakan kupang. Berawal dari modal kecil berupa kupang yang diambilnya dari para nelayan di pesisir Lekok-Pasuruan, Mak Jum menerapkan resep kupang. Kalau sepenglihatan saya, kupang ini sejenis ebi tapi yang belum diawetkan.
Campuran cabe rawit yang diuleg bersama bawang putih dan kadar pedasnya dapat disesuaikan dengan selera ini dicampur dengan lontong. Selanjutnya, kupang dan bumbu yang terbuat dari campuran air kupang, petis juga gula merah ikut menambah rasa lezat. Selanjutnya, ditutup dengan campuran tahu goreng serta lento-sejenis kacang tolo tumbuk goreng-dan ditaburi perasan jeruk nipis. Wow...kombinasi hebat menurut saya. Tambahan lagi, sate kerang selalu menemani satu porsi kupang.  Resep kecil itulah yang menjadi daya tarik tersendiri dan membuat orang penasaran ntuk mencoba kupang.


1381650867139845947
Pedasnya kupang dapat disesuaikan dengan selera



13816509372022444264
Uleg langsung dari tangan Mak Jum menambah khas seporsi kupang


13816510321621921832
Nikmatnya sate kerang ini menjadi penambah semangat seporsi kupang


Selalu Rendah Hati
Yah...ketika saya tanyakan resep larisnya, dengan rendah hati Mak Jum hanya berucap "Ah...biasa aja mba. Cuma 150 piring perharinya". Padahal, satu piring bisa dibrandol minimal 8 ribu rupiah karena biasanya ada yang suka menambahkan dengan sate kerang. Nah...coba saja kalikan 150 dengan 8 ribu maka anda mendapatkan hasil 1,2 juta perharinya. Saya yang cepat menghitung pun hanya terperanga
"Wah...banyak dong Mak tiap hari dapat duitnya"
"Alhamdulillah mba...dibagi-bagi ama lainnya"

1381650658362239086
Bersama Mak Jum yang hebat tapi tetap rendah hati

Memang, tidak jauh dari warung Mak Jum ini ada sebuah gerobag kelapa muda yang menjadi paket pelengkap jika anda makan kupang. Konon, katanya sih si degan ini dapat menjadi penawar racun dari kupang. Wow...jawaban seorang Mak Jum yang sangat rendah diri dan walau sudah mendapatkan banyak keuntungan, beliau tetap mempertahankan warung kecilnya dan tidak berencana untuk membuka cabang atau memperbesar warungnya.
"Gak mau bangun warung lagi Mak?"
"Gak dulu mba....begini saja karena dari dulu sudah khasnya begini" sambil senyum malu-malu kucing.
Dan akhirnya saya menikmati kupang dengan penuh rasa suka. Wow....kepala saya masih berpikir jika keuntungan bersih Mak Jum 500 ribu saja maka dalam sebulan gaji beliau bisa lebih besar daripada gaji dokter, apalagi PNS. Hehehe...Salut Mak!

1381650585223520609
Lezatnya kupang

Salam Lezaat...
dr.Hafiidhaturrahmah
Pencerah Nusantara Tosari
PS: Ini dia link lain dari kompasioners yang pernah mencicipi kupang juga

Tidak Tanggung-tanggung, SD Terpencil Ngawu Gondol Juara 1


Malam ini saya kembali melihat foto Hadi, icon siswa dari SD Ngawu yang merupakan SD terpelosok dengan umlah siswa paling sedikit di Bromo. Bukan kenapa, hati saya masih tidak dapat mengelakkan kata haru ketika melihat perjuangan mereka.
SD Terpencil dengan Semangat Besar
Jika ditanya siapa di balik layar dari berkembangnya SD terpencil ini maka jawaban pertama saya tentu saja"PARA GURUNYA". Yah...para guru yang mengabdikan diri dan rela bolak balik setiap harinya dari Pasuruan menuju Ngawu dengan perjalanan dua jam adalah orang-orang luar biasa.
Saya tahu perjuangan mereka tiada henti memberikan pengertian sekaligus contoh kepada para orang tua murid bagaimana pentingnya pendidikan sangat luar biasa. Bagaimana tidak, para guru rela mendidik anak selama enam tahun dan setelahnya si anak tidak lagi dapat melanjutkan ke jenjang SMP hanya karena "orang tua" merasa tidak penting akan pendidikan, merasa sudah cukup bisa baca tulis di SD, bahkan merasa tidak ada yang membantu pekerjaan di ladang jika si anak sekolah. Tentunya bukan perasaan yang mudah dihilangkan ketika terjadi ikatan batin dimana para guru akan merasa "eman" jika si anak hanya berhenti hingga SD saja.
Atas dedikasi luar biasa itulah, menurut saya SD Ngawu sudah membuktikannya di 1 Oktober 2013 lalu. Para guru yang bekerja di balik layar pun menjadi saksi bangkitnya SD terpencil, menyemangati diri mereka sendiri agar tidak kalah dengan SD lain yang lebih besar dan banyak jumlah siswanya.
Tidak Tanggung-Tanggung, Juara I
Saya masih teringat ketika sebuah surat undangan ke SD Ngawu masih ada di tangan saya dan tidak adanya sinyal yang baik membuat saya mau tidak mau harus berkunjung langsung mengantarkan surat tersebut. Entah kali ke berapa saya mengunjungi SD tersebut dan entahlah, energi positif dari 20 siswa tersebut selalu mampu membuat saya merasa kangen jika tidak mengunjungi mereka. Dan...dalam kunjungan terakhir pun, surat tersebut saya bawa sekaligus saya ajak para siswa bermain "cuci tangan". Juga joged "sikat gigi" dan ketika saya tanya, "Hayoooh....siapa yang nanti kepengin ikutan lomba cuci tangan?", semua siswa mengangkat tangannya. Itu sudah cukup membuat saya terharu.
Dan itu belum cukup, walau waktu yang mereka punya hanya seminggu saja, para siswa berlatih keras. Saya pun mendapatkan kejutan ketika saya hampir tidak mengenali 5 gadis cilik dari Ngawu tersebut. Pasalnya, rambut dan wajah mereka dihiasi atribut. Lebih tekejut  lagi ketika saya melihat Dek Prima, satu-satunya lelaki yang menggenapkan menjadi enam dalam formasi tersebut. Pasalnya, saya tahu Prima ini adalah anak pendiam juga pemalu. Bahkan hingga duduk di kelas tiga, masih selalu diantar dan ditemani oleh ibunya di sekolah.  Bagi saya, ini adalah rekor haru yang membuat saya terbengong di balik kamera ketika mengabadikan mereka. Anak-anak ini sekarang sudah bermertamorfosis menjadi lebih baik, lebih pemberani dan lebih lebih lebih.

13815034791680848333
Para anak sudah tidak sabar menunggu siapa si juara satu, mantra-mantra...


1381503549411743671
Dek Prima (laki-laki) dan gadis Ngawu lainnya masih tidak percaya ketika nama mereka disebut sebagai Juara I

Ketika lagu "Cuci Tangan Tujuh Langkah" dinyalakan, Dek Prima muncul dengan topeng monyet dan berperan menjadi kuman. SD Ngawu ini menjadi satu-satunya yang mendobrak pakem dan saya tahu ada Pak Guru Udin di balik layar yang high tech dan menyiapkan segala macam lagu penyerta. Bu Guru Dian juga telaten mengajari anak-anak gerakan di luar pakem "cuci tangan" dan karena keunikan itulah, SD Ngawu pantas menggondol juara I.

13815036341340694307
Pak Nur Cholis ketua UPT Guru se-Kec Tosari memberikan hadiah untuk Ngawu


13815038212091982240
Dan keharuan....semangat serta senyum juga air mata langsung berdatangan


1381503878289600481
Luar biasa!


13815039891919117103
SD Ngawu yang super unik dan keren, bersama bu guru Dian (jilbab merah)

Dari Langkah Kecil hingga Menjadi Besar
Ide membuat perlombaan cuci tangan seperti ini sebenarnya sudah ada di kepala sejak pertama kali datang hanya saja waktu berkata lain justru lomba ini diselenggarakan sebulan sebelum penugasan saya di Bromo berakhir.  Sebelumnya, kami hanya berkeliling ke beberapa SD untuk mengajarkan pola hidup bersih dengan cuci tangan juga sikat gigi.  Karena keterbatasan waktu maka sosialisasi tercepat menurut kami yang dianggap mampu menularkan cara hidup bersih ini adalah melalui lomba. Tidak tanggung-tanggung, ini kali pertamanya SD dan TK berada dalam satu lomba secara bersamaan untuk tingkat kecamatan. Total ada 16 D juga 11 TK se-Kecamatan Tosari dan ketika 90 persen hadir, saya hanya mampu mengucapkan terima kasih.

1381504202682480990
Para Juri-Bidan Putu Puskesmas Tosari-Oliv Pencerah Nusantara (tengah)-dan Pak Soleh (UPT)


1381504472304751563
Salah satu TK dari dusun terpencil juga ikut hadir. Luar biasa


13815046201170503160
Lucunya anak-anak TK berkostum juga bergaya


1381504742395713734
Adegan lucu spontanitas sering terjadi. Contohnya, si anak langsung lari ke gerobag jajan seusai menari. Namanya juga anak-anak


13815048951503925019
Wah ada paparazi menangkap saya

Pasalnya, saya tahu ada banyak sekolahan yang letaknya sangat jauh dan membutuhkan dua jam perjalanan untuk menuju ke lokasi lomba. Tentu saja tidak semuanya mau ikut namun ketika hampir seluruhnya hadir, saya rasanya meleleh. Bahkan bukan hanya itu, para guru TK pun menyumbangkan tarian otak dikombinasi dengan tari cuci tangan sebagai pembukanya. Dan....uniknya, para guru SD pun ditodong untuk maju joged setelah kami berlima Pencerah Nusantara ditodong juga.

13815043241854914351
Kakak Pencerah Nusantara ditodong ikutan joged cuci tangan :)

Ah....sudah ya. Besok, saya akan kembali ke SD Ngawu untuk sekadar perpisahan kecil-kecilan sebelum 10 hari lagi saya meninggalkan Bromo. Harus siap banyak tisu sepertinya :)
Salam Ngawu
Cuci Tangan Tujuh Langkah
dr.Hafiidhaturrahmah
PencerahNusantaraTosari

13815050591223402689
Dan punggung para siswa Ngawu akan selalu saya rindukan