“Menurut saya, Tosari adalah
miniatur Indonesia. Kenapa? Karena di sana kita bisa lihat keberagaman agama
dengan masyarakat yang tetap bertoleransi,” ujar beberapa orang yang
mengemukakan pendapatnya mengenai Tosari.
Kecamatan Tosari, adalah daerah
penempatan saya selama masa tugas menjadi Tim Pencerah Nusantara angkatan 2. Tiga
hal yang membuat saya jatuh cinta pada tempat ini. Pertama, pemandangan
alamnya, lalu kebudayaan masyarakat Tengger, dan kerukunan bermasyarakat yang
ada di sini.
Pemandangan alam Tosari tidak
perlu diragukan lagi. Sebagai daerah yang berada di Kawasan Wisata Bromo, maka
mata ini tidak pernah berhenti puas dengan segala yang disuguhkan alam di sini.
Hamparan perkebunan, barisan pohon pinus, perbukitan yang menjulang,
warna-warni bunga, bahkan suasana berkabut juga menjadi lukisan yang melengkapi
segala keindahan yang ada. Jalan yang berkelok-kelok memberi sensasi tersendiri
dalam menikmati pemandangan yang ada. Sepanjang saya menelusuri dusun-dusunnya,
Tlogosari, Ledoksari, Wonokitri, Podokoyo, Kandangan, Purwono, Sedaeng,
Baledono, Junggo, Mororejo, semua terdefinisikan dalam satu kata: indah. Perpaduan
warna biru langit dan hamparan hijau alam sungguh membuktikan betapa daerah ini
diberkati dengan keadaan alam yang memukau. Ini baru di dusun-dusun. Belum ke
Bromo, saudara-saudara.
|
Memandang Matahari di Hari-Hari Pertama |
|
Matahari yang Selalu Dinanti-Nanti |
|
|
|
|
Matahari di Belakang Penginapan |
|
Menjelang Sunset |
|
Yang Mempercantik Alam Tosari |
|
Pemandangan dari Sebuah Sekolah |
|
Pemercantik Alam Tosari Juga |
|
Cool View, Right? :D |
|
Pemandangan dari SD di Atas Bukit |
|
Pemandangan dari Sebuah Desa, Seperti Berada di Negeri di Atas Awan (: |
Ada yang spesial di Tosari, salah
satunya adalah yang disebut Lombok Terong. Cabe ini punya ukuran yang tidak
biasa, jauh lebih besar daripada cabe yang biasa saya lihat. Rasanya? Jangan ditanya...
jauh lebih pedas juga dari cabe yang biasa. Pesan moral yang selalu diberikan
setiap orang pada kami soal cabe ini adalah: kalau mau masak cabe ini, jangan
lupa untuk membuang bijinya! Kalau lupa, risiko ditanggung konsumen...
Ada lagi yang spesial, namanya
semen. Bukan semen untuk bangunan itu, tapi semen sayuran. Berasal dari kata
semaian, tapi orang Tengger biasa sebut praktis dengan ‘semen’. Semen adalah
semaian kol. Jadi, singkatnya daun kol muda begitu. Orang biasa memasaknya
sebagai lalapan dan dipadu dengan sambel tomat+cabe terong. Kalau ditambah
tahu, tempe goreng, hmmm...sedaaap....
|
Ini diaaa... Kebun Semen |
Kemudian, mari kita coba beralih
mengenai kebudayaan di sini. Masyarakat Tosari sebagian besar adalah Suku
Tengger. Mereka punya sebuah salam, salamnya orang Tengger kata mereka. “Hong
Ulon Basuki Langgeng”, sebuah salam yang juga menjadi doa bagi mereka, kiranya ‘keselamatan
(bisa juga kesejahteraan) senantiasa beserta kita’, yang kemudian disambut
dengan balasan salam “Langgeng Basuki!” yang artinya kurang lebih ‘selamat
(atau juga sejahtera) selamanya’. Masyarakat Tengger punya beberapa kebudayaan
yang menggambarkan local wisdom
mereka. Beberapa yang saya ketahui adalah budaya betek (semoga saya tidak salah tulis) dan Karo. Betek adalah budaya dimana ketika
seorang warga punya hajat atau acara besar, maka semua warga turut membantu
mempersiapkan acara tersebut. Yang pernah saya alami adalah ketika salah satu
warga di dusun tempat saya tinggal punya gawe
mantu, maka satu dusun ikut membantu. Ibu-ibu memasak, bapak-bapak membantu
di bagian yang lain. Tidak tanggung-tanggung, sekitar 250 orang terlibat
membantu warga yang punya hajatan. Dan yang lebih membuat speechless adalah ketika mengetahui bahwa betek ini tidak hanya berlangsung selama sehari tapi bisa hampir
satu minggu. Luar biasa!! Tapi begitulah, prinsipnya, susah senang ditanggung
bersama. Kebudayaan selanjutnya yang mau saya ceritakan adalah Karo. Bisa
dibilang bahwa Karo adalah Lebarannya orang Tengger. Karo menjadi momen
anjangsana bagi masing-masing warga. Sistemnya, setiap desa punya jadwalnya
masing-masing. Waktunya, bisa mencapai sebulan, per desa bisa 2-4 hari
merayakan Karo, tergantung jumlah dusunnya. Jadi, jika minggu ini jadwalnya
Desa Tlogosari merayakan Karo, maka warga dari desa lain akan berkunjung ke
masyarakat Desa Tlogosari. Sementara warga Desa Tlogosari sibuk menyiapkan
makanan untuk sajian. Tidak tanggung-tanggung, makanan yang disajikan tidak
hanya snack ringan tapi juga makanan berat. Kemudian, setiap warga yang
berkunjung diwajibkan makan makanan warga yang dikunjungi. Maka, beruntunglah
kami sebagai pendatang karena kami dapat undangan Karo banyak sekali. kami
kenyang selama beberapa hari tanpa masak, bahkan tidak hanya kenyang tapi
kekenyangan. Karena saking banyaknya rumah yang kami kujungi, kami yang
berangkat dengan perut kosong, akhirnya pulang dengan perut buncit. Hehehe...
|
Sajian Saat Karo, Baru Snack Saja yang Ini |
|
Jenang Karo, Jenang yang Penuh Filosofi (: |
Hal lain yang membuat saya senang
tinggal di Tosari adalah kerukunan bermasyarakatnya. Ada 3 agama yang dipeluk
masyarakat Tosari, yaitu Hindu sebagai agama mayoritas, kemudian Islam dan
Kristen. Maka wajar jika ditemukan 3 tempat ibadah di sini, pura, gereja, dan
masjid. Semua perbedaan itu disatukan dalam sebuah status, yaitu: kita
sama-sama orang Tengger. Ya, kesamaan status sebagai orang Tengger itu yang
menyatukan semua perbedaan itu menjadi sebuah kerukunan. Di belakang rumah
dinas saya ada pura, jalan sedikit ke depan rumah dinas ada gereja, kemudian jalan
sedikit melewati kecamatan yang di sebelah rumah dinas, kita bisa menemukan
masjid. Semua menghormati keberagaman yang ada. Semua ramah satu sama lain. Semua
warga melakukan kebaikan pada orang lain tanpa membedakan agama. Salah satu
kebaikan warga yang bisa saya ceritakan adalah begini... Air di rumah dinas
sering tidak mengalir. Kalau sudah begitu, jadilah pagi-pagi kami menumpang
mand di rumah warga. Waktu itu, saya menumpang mandi di rumah warga yang ada di
depan rumah dinas kami. Selesai mandi, saya ditawari sarapan. Plus-plusnya,
selesai sarapan, saya diberi kentang, wortel, labu siam, dan semen, semua hasil
kebun sendiri. Maka jadilah saya pulang numpang mandi dengan membawa seplastik
penuh sayur mayur, persis seperti ibu-ibu baru selesai dari pasar, lengkap
dengan handuk pink saya. Anehnya, saya merasa senang. Hehehe... belajar sekali
tentang mereka yang selalu senang berbagi (:
Itu dia sedikit cerita tentang
Tosari. Senang dan bersyukur bisa tinggal di sini. Kerja tapi juga
bersenang-senang. Lain kali saya akan ceritakan pengalaman mengenai hal-hal
yang unik lagi selama saya tugas di sini.
Sebentar lagi, setelah Karo, mudah-mudahan ada banyak hal yang bisa saya
ceritakan. Mengenai ibu-ibu PKKnya, mengenai anak-anak sekolahnya, mengenai
Laskar Pencerah, mengenai Posyandunya, mengenai guru-guru hebat di sini, mengenai
kader-kader pejuang di sini, mengenai petugas-petugas Puskesmas yang
berdedikasi, dan sebagainya. Penasaran?? Sabar yaa (:
Salam,
Kinanthi Estu Linadi, S.KM
No comments:
Post a Comment