Followers

Saturday, November 15, 2014

MAKNA SEHAT UNTUK MASYARAKAT DIBALIK BUKIT




Sabtu, hari yang mungkin bagi sebagian besar orang merupakan waktu untuk bersantai melepas penat dari segala aktivitas di 5 hari sebelumnya. Namun, pemandangan hari Sabtu sedikit berbeda terlihat di sebuah dusun kecil di Tosari, yaitu Ketuwon. Dusun ini merupakan salah satu dusun di desa Ngadiwono, Kecamatan Tosari, Pasuruan, Jawa Timur. Dusun ini berada di balik bukit yang sangat tinggi dengan jalan yang luar biasa terjal dan berbatu. Jika musim penghujan tiba, akses jalan menuju Ketuwon akan sangat licin dan berbahaya bagi penggunanya. Jalanan yang cenderung sempit hanya bisa dipergunakan oleh dua kendaraan bermotor. Jika mobil yang melintas, jalanan hanya dapat berfungsi satu arah. Medan jalanan ini makin berbahaya karena di sisi kanan kiri jalan berbatasan langsung dengan jurang dan tebing yang curam. Kondisi tersebut makin diperparah karena kontur jalan yang didominasi oleh tikungan disertai oleh turunan dan tanjakan. Letak geografis yang sulit dan terpencil inilah yang menyebabkan ketiadaan akses komunikasi di Ketuwon.
Perjalanan yang kami lalui untuk sampai ke sebuah kehidupan di balik bukit itu bukan hanya tentang bagaimana terjalnya jalannya yang harus kami lalui, melainkan wujud pembuktian tentang adanya sebuah perjuangan untuk sehat. Lamanya perjalanan bahkan seringkali membuat kami meragu, apa benar ada makna sehat yang luar biasa di kehidupan itu. Namun dibalik semua kesulitan itu, ada sebuah makna tersendiri tentang sehat yang selalu mereka yakini. Sebuah makna sehat yang tidak dapat diartikan secara bahasa, akan tetapi lebih dalam lagi yaitu mengenai rasa dan keyakinan. Makna sehat yang dirangkum menjadi  sebuah bentuk kesadaran akan pentingnya sehat bagi mereka di tengah-tengah keterbatasan yang mereka miliki selama ini. Kesadaran yang diwujudkan dengan peluh dan tetesan keringat yang mereka perjuangkan untuk mencapai kata sehat.
Semua pertanyaan, semua keraguan, semua lelah akhirnya itu terjawab. Saat masyarakat di Ketuwon dengan semangatnya berbondong-bondong mendatangi sebuah rumah kecil. Mereka datang dengan bayi dan balita mereka, dengan perut besar yang berisi calon buah hati, dan juga buku berwarna pink serta kertas kecil dengan tulisan “Kartu KB”. Wajah yang ceria dengan tetesan keringat dean cerita-cerita yang mereka bawa meruahkan energi positif di rumah tersebut. Kami pun yang datang dengan kondisi kelelahan dengan seketika tersulut semangatnya untuk membersamai pelaksanaan Posyandu Balita di hari itu.
Rumah itu adalah sebuah rumah dari bagian masyarakat disana yang biasa bahkan sudah hampir 19 tahun ini dipakai sebagai tempat untuk pemberian pelayanan kesehatan dasar bernama “Posyandu”. Iya sebuah angka “19”, ini dia potret luar biasa selanjutnya yang kami temui. Di dinding rumah yang sudah sangat lusuh ini dengan bangganya menggantung sebuah pigura yang berisi deretan kata-kata sampai membentuk sebuah kalimah yang berisi penghargaan atas sebuah dedikasi luhur tanpa keluh untuk sebuah pengabdian di dunia kesehatan yang luar biasa. Penghargaan untuk kader bernama “Pa Samsul dan Ibu Samsul” atas pengabdiannya sebagai kader Posyandu selama 15 tahun yang tertanda tangani oleh Ketua PKK Kab.Pasuruan pada tahun 2010.
Mungkin itu hanya sebuah kertas dan kebahagian yang sesaat saat kertas itu diberikan pada tahun 2010. Tapi ada makna luar biasa ada rasa hebat yang tersimpan selama ini dari penerima penghargaan itu. Rasa bahagia yang luar biasa yang tidak dapat digantikan oleh apapun itu, bahkan dengan kertas itu. Perjuangan dan sebuah dedikasi hidup untuk sehatnya negeri ini.
Dapat kita bayangkan hampir 19 tahun ini di balik bukit itu. Sebuah pelayanan kesehatan prima berjalan dengan sangat luar biasa. Sebutan bagi pahlawan-pahlawan itu yang diberi nama “Kader Posyandu” itu adalah penggerak untuk hati-hati kecil lainnya di dusun itu, hingga semua masyarakat begitu sadar bahkan sudah pada titik dimana mereka merasa membutuhkan semua itu untuk sehatnya kehidupan mereka.
Bahkan tanpa perlu diingatkan lagi, mereka begitu sudah sangat fasih menyebutkan tanggal, hari bahkan jam, dimana rumah itu akan berubah menjadi sebuah posyandu. Tanpa perlu sebuah paksaan ataupun dorongan lain bagi mereka. Ketika buah hati mereka menginginkan dunia ini, mereka akan berbondong untuk memanggil seorang pahlawan hebat selama ini yang memperjuangkan semua ini yaitu “Bidan Desa”. Ketika terjadi apapun pada kesehatan dirinya ataupun keluarganya, mulutny akan sangat banyak berkata-kata, agar mereka mendapatkan pertolongan untuk kesehatannya. Telinga, hati, dan pikiran mereka begitu terbuka lebar untuk mendengar semua ocehan-ocehan kami dan bidan desa tersebut mengenai pertanyaan-pertanyaan ataupun keluhan-keluhan kesehatan yang mereka lontarkan, begitu pula dengan semua ilmu baru yang kami bawa untuk mereka, dengan sangat lapang dan begitu antusias dan pengerti yang tinggi mereka terima dan mereka pahami.
Semua potret diatas adalah hanya sebagian kecil yang mampu kami tuangkan tentang luar biasanya “Ketuwon” ini. Banyak hal lain yang sebetulnya tak mampu kami uraikan, karena kami pun tak ada kata yang mampu untuk menjabarkannya, karena “Keindahan yang Luar Biasa Tak Pernah Tergambar Layaknya Surga Itu”.

@LydaOcha

Wednesday, October 8, 2014

PIJAKAN PERTAMA


Tepat di pukul 09.00, sebuah pesawat penerbangan Air Asia lepas landas di bandara Internasional Airport Juanda di kabupaten Sidoarjo. Hawa panas mulai menusuk sela-sela jaket berwarna biru dongker sebagai sebuah identitas “Pencerah Nusantara”. Cukup mencengangkan juga, bagi kami Pencerah Nusantara III Tosari, mengapa tempat ini dipilih. Pada hakikatnya, daerah ini ada di kawasan pulau Jawa yang akses mengenai apapun sudah sangat mudah. Tapi alasan tentang semua itu adalah rangkaian cerita yang akan mengalir begitu memukau pada tiap lembar kisah dalam tulisan ini.
Pencerah Nusantara 3 Tosari (kanan-kiri : Ida, Rona, Udin, Lyda, Ira)

Pencerah nusantara adalah tim yang beranggotakan 5 orang anak muda dengan latar belakang profesi yang berbeda dikirim ke pelosok atau daerah perifer Indonesia untuk bersama masyarakat disana dalam mengentaskan masalah-masalah kesehatan. Berikut merupakan uraian singkat mengenai anggota tim Pencerah Nusantara III Tosari, yaitu :
·         
  1.  Dokter Muda Udin Shaputra Malik, anak muda kelahiran Makasar tahun 1989. Seorang Team Leader yang sangat luar biasa didukung dengan body language yang apik dan juga kemampuan komunikasi yang memukau
  2. Bidan Muda bernama Lyda Amalia, perempuan berdarah Sunda kelahiran Garut tahun 1994, seorang bocah cilik diantara mereka yang powerfull dan juga candaan yang begitu chic.
  3. Perawat bernama Rona Cahyantari Merduaty, seorang perawat Lulusan Universitas Indonesia kelahiran Jakarta tahun 1991, perawat yang memiliki pemikiran-pemikiran yang di luar orang pada umumnya membuatnya begitu unik. 
  4. Siti Khumaida namun akrab dipanggil Ida ini adalah pemerhati kesehatan dengan konsentrasi pada kesehatan reproduksi. Mreskipun perawakan badannya yang kecil, ia memiliki pembawaan diri yang begitu menarik dan sangat supel membuat siapapun begitu nyaman berkomunikasi 
  5. Septiria Irawati yang biasa dipanggil Ira adalah seorang pemerhati kesehatan  dengan konsentrasi kesehatan lingkungan. Perempuan yang dianggap paling dewasa dalam tim ini memiliki pengalaman yang cukup banyak terkait kemitraan lintas sektor. Hal tersebut membuat ia mampu mengerjakan segala sesuatu dengan enjoy namun terselesaikan dengan sangat rapih.

Perjalanan dilanjutkan menuju Kantor Dinas Kesehatan Pasuruan untuk bertemu dengan pejabat setempat dalam rangka memperkenalkan diri sebagai Tim Pencerah Nusantara Angkatan 3 Tosari. Sambutan yang begitu hangat dalam balutan suasana kekeluargaan membuat kesan pertama untuk kabupaten ini begitu indah. Dilanjutkan dengan perjalanan sore menuju salah satu kecamatan bernama Beji, pemandangan pertama yang disuguhkan adalah hamparan sawah yang membentang dengan latar belakang pegunungan juga jajaran warung makan ikan bakar membuat kami semakin jatuh cinta dengan tempat ini.

Hingga pada akhirnya waktu menunjukan pukul 20.00, 2 mobil melesat menuju sebuah tempat yang menjadi tujuan utama kami. Perjalanan malam yang sangat dingin melewati lembah-lembah dengan jalanan yang sangat berkelok-kelok hampir dengan putaran 270 derajat, membuat sebagian besar dari kami tertidur. Tepat pada pukul 22.00, sampailah kami pada kompleks Puskesmas Tosari, yang di dalamnya terdapat rumah dinas yang akan kami tempati.

Berfoto bersama Pencerah Nusantara 2 Tosari di Dinas Kesehatan Pasuruan


1 tahun pengabdian di Puskesmas Tosari mungkin waktu yang singkat dalam kehidupan kami. Namun, kami yakin 1 tahun kedepan akan menjadi salah satu dari pengalaman hidup terbaik yang akan kami rasakan. Semoga perjalanan selama 1 tahun kedepan untuk membersamai warga Tosari dapat memberikan warna cerah bagi kesehatan masyarakat Tosari.
Tampak depan UGD Rawat Inap Puskesmas Tosari

Kompleks Puskesmas Tosari

Hong Ulun Basuki Langgeng*


*salam khas warga Tengger

@LydaOcha

Sunday, September 28, 2014

Laskar Pencerah Beraksi : Ketika Pemuda Berkarya di Komunitas

Ketika pemuda berkarya di komunitas, maka perubahan akan lebih laju !

Ini adalah kisah Laskar Pencerah Tosari yang memiliki semangat untuk merubah daerahnya menjadi lebih baik, semangatnya dituangkan menjadi ide-ide, ide itu kemudian diwujudkan menjadi karya, di desa masing-masing.

Kisah ini dimulai di akhir
Laskar Pencerah angkatan kedua sudah hampir mencapai titik kelulusan, setengah tahun mereka menempa diri dan belajar banyak hal. Demikian juga Laskar pencerah Angkatan 1, sudah setahun lebih mereka bergelut dengan predikatnya sebagai Laskar Pencerah Tosari. Untuk menyiapkan mereka menjadi panutan dan pemimpin Tosari di masa depan, tak cukup rasanya jika mereka hanya belajar tanpa menyumbangkan sesuatu bagi lingkungannya. Di dua pertemuan terakhir, kami, Pencerah Nusantara Tosari, sengaja memberikan mereka gambaran tentang community development dan community service. Tak hanya berhenti di situ, kami mengenalkan metode kanvas untuk membantu mereka mendiagnosis masalah serta menciptakan langkah nyata untuk merubah keadaan di desanya. Setelah berdiskusi dan mempresentasikan ide-idenya, Laskar Pencerah diberikan kesempatan selama 2 minggu untuk mengimplementasikan ide-ide tersebut.

Contoh Bagian Metode Kanvas

Diskusi berlangsung seru ketika presentasi

Laskar Pencerah Beraksi !


Waktu 2 minggu terasa singkat, satu per satu proyek desa telah terlaksana. Aksi mereka sungguh melebihi ekspektasi kami. Secara mandiri, mereka melakukan advokasi ke pemangku kepentingan, mulai dari kepala desa dan dusun, kepala sekolah, sampai ke bidan desa, semua mereka lakukan sendiri. Melihat mereka merancang kegiatan hingga melakukan eksekusi kegiatan, membuat kami yakin bahwa Laskar Pencerah memiliki semangat luar biasa untuk berkontribusi bagi desanya.

Anggota LP Ngadirejo melaksanakan penyuluhan pergaulan aman dan sehat untuk kalangan remaja di desanya.




LP Baledono menggerakkan siswa madrasah dan remaja dusun Junggo untuk kerja bakti bersama membersihkan sampah di sepanjang jalan.




LP Ngadiwono berbagi insiprasi tentang pentingnya pendidikan lewat pohon cita-cita dan kisah motivasi.




LP Podokoyo mengenalkan bahaya rokok pada anak-anak





LP Puspo melakukan penyuluhan kesehatan reproduksi untuk anak SD




LP Tosari dan Wonokitri menginisiasi bakti sosial untuk kebersihan lingkungan di sekolah dan tempat ibadah. 



LP Mororejo dan Kandangan mengajak anak-anak di desanya untuk menjaga kebersihan lewat lagu yang mereka ciptakan sendiri.

Insight !
Ternyata proyek desa ini sekaligus memberikan banyak pengalaman baru bagi anggota Laskar Pencerah. Di sesi refleksi, berbagai insight bermunculan, deras. Valueb, anggota LP desa Ngadirejo mengaku ia dan kawan-kawan akhirnya tahu bagaimana tantangan melakukan advokasi ke petinggi desa dan mengumpulkan kawan-kawan remaja desanya. Mereka pun belajar menghargai sebuah proses bagaimana acara bisa berlangsung. Anggota LP di Tosari sangat senang dengan apresiasi yang diberikan oleh guru-guru SMP 1, tempat mereka melakukan baksos. Bahkan inisiasi yang mereka lakukan akan dilanjutkan secara rutin oleh pihak sekolah di SMP 1. LP desa Baledono belajar menciptakan gebrakan dan sabar menghadapi anak-anak. Begitu juga Laskar Pencerah di desa lain, mereka belajar mengalahkan rasa takut dan grogi. Mereka belajar melewati batas yang mereka buat untuk dirinya sendiri.

Semoga langkah-langkah kecil ini akan mengawali langkah besar mereka kelak, sebagai pencerah sesungguhnya di komunitas masing-masing.

Salam Pencerah ! Sayonara :)
Bani Bacan Hacantya Yudanagara, S. Psi
@banibacan