Sabtu,
hari yang mungkin bagi sebagian besar orang merupakan waktu untuk bersantai
melepas penat dari segala aktivitas di 5 hari sebelumnya. Namun, pemandangan hari
Sabtu sedikit berbeda terlihat di sebuah dusun kecil di Tosari, yaitu Ketuwon. Dusun
ini merupakan salah satu dusun di desa Ngadiwono, Kecamatan Tosari, Pasuruan, Jawa Timur. Dusun
ini berada di balik bukit yang sangat tinggi dengan jalan yang luar biasa terjal
dan berbatu. Jika
musim penghujan tiba, akses
jalan menuju Ketuwon akan sangat licin
dan berbahaya bagi penggunanya. Jalanan yang cenderung sempit hanya bisa dipergunakan
oleh dua kendaraan bermotor. Jika mobil
yang melintas, jalanan hanya dapat berfungsi satu arah.
Medan jalanan ini makin berbahaya karena di sisi kanan
kiri jalan berbatasan langsung dengan jurang dan tebing yang curam. Kondisi
tersebut makin diperparah karena kontur jalan yang didominasi oleh tikungan
disertai oleh turunan dan tanjakan. Letak geografis yang sulit dan terpencil
inilah yang menyebabkan ketiadaan akses komunikasi di Ketuwon.
Perjalanan yang
kami lalui untuk sampai ke sebuah
kehidupan di balik bukit itu bukan hanya tentang bagaimana terjalnya jalannya
yang harus kami lalui, melainkan wujud pembuktian
tentang adanya sebuah perjuangan untuk sehat. Lamanya perjalanan bahkan seringkali membuat kami meragu,
apa benar ada makna sehat yang luar biasa di kehidupan itu. Namun dibalik semua
kesulitan itu, ada sebuah makna tersendiri
tentang
sehat yang selalu mereka yakini.
Sebuah makna sehat yang tidak dapat diartikan
secara bahasa, akan tetapi lebih dalam lagi yaitu
mengenai rasa dan keyakinan. Makna sehat yang dirangkum menjadi sebuah bentuk kesadaran akan
pentingnya sehat bagi mereka di tengah-tengah keterbatasan yang mereka miliki
selama ini. Kesadaran yang diwujudkan
dengan peluh dan tetesan keringat yang mereka perjuangkan untuk mencapai kata sehat.
Semua pertanyaan,
semua keraguan, semua lelah akhirnya itu
terjawab. Saat masyarakat di
Ketuwon dengan semangatnya berbondong-bondong
mendatangi sebuah rumah kecil. Mereka
datang dengan bayi dan balita mereka, dengan perut besar
yang berisi calon buah hati,
dan juga buku berwarna pink serta kertas
kecil dengan tulisan “Kartu KB”. Wajah yang ceria dengan tetesan keringat dean cerita-cerita yang
mereka bawa meruahkan energi positif di rumah tersebut. Kami pun yang datang dengan kondisi kelelahan dengan
seketika tersulut semangatnya untuk membersamai
pelaksanaan Posyandu Balita di hari itu.
Rumah itu adalah
sebuah rumah dari bagian masyarakat disana yang biasa bahkan sudah hampir 19
tahun ini dipakai sebagai tempat untuk pemberian pelayanan kesehatan dasar
bernama “Posyandu”. Iya sebuah angka “19”, ini dia potret luar biasa
selanjutnya yang kami temui. Di dinding rumah yang sudah sangat lusuh ini
dengan bangganya menggantung sebuah pigura yang berisi deretan kata-kata sampai
membentuk sebuah kalimah yang berisi penghargaan atas sebuah dedikasi luhur
tanpa keluh untuk sebuah pengabdian di dunia kesehatan yang luar biasa.
Penghargaan untuk kader bernama “Pa Samsul dan Ibu Samsul” atas pengabdiannya
sebagai kader Posyandu selama 15 tahun yang tertanda tangani oleh Ketua PKK
Kab.Pasuruan pada tahun 2010.
Mungkin itu
hanya sebuah kertas dan kebahagian yang sesaat saat kertas itu diberikan pada tahun
2010. Tapi ada makna luar biasa ada rasa hebat yang tersimpan selama ini dari
penerima penghargaan itu. Rasa bahagia yang luar biasa yang tidak dapat
digantikan oleh apapun itu, bahkan dengan kertas itu. Perjuangan dan sebuah
dedikasi hidup untuk sehatnya negeri ini.
Dapat kita
bayangkan hampir 19 tahun ini di balik bukit itu. Sebuah pelayanan kesehatan
prima berjalan dengan sangat luar biasa. Sebutan bagi pahlawan-pahlawan itu
yang diberi nama “Kader Posyandu” itu adalah penggerak untuk hati-hati kecil
lainnya di dusun itu, hingga semua masyarakat begitu sadar bahkan sudah pada
titik dimana mereka merasa membutuhkan semua itu untuk sehatnya kehidupan
mereka.
Bahkan tanpa
perlu diingatkan lagi, mereka begitu sudah sangat fasih menyebutkan tanggal,
hari bahkan jam, dimana rumah itu akan berubah menjadi sebuah posyandu. Tanpa
perlu sebuah paksaan ataupun dorongan lain bagi mereka. Ketika buah hati mereka
menginginkan dunia ini, mereka akan berbondong untuk memanggil seorang pahlawan
hebat selama ini yang memperjuangkan semua ini yaitu “Bidan Desa”. Ketika
terjadi apapun pada kesehatan dirinya ataupun keluarganya, mulutny akan sangat
banyak berkata-kata, agar mereka mendapatkan pertolongan untuk kesehatannya.
Telinga, hati, dan pikiran mereka begitu terbuka lebar untuk mendengar semua
ocehan-ocehan kami dan bidan desa tersebut mengenai pertanyaan-pertanyaan
ataupun keluhan-keluhan kesehatan yang mereka lontarkan, begitu pula dengan
semua ilmu baru yang kami bawa untuk mereka, dengan sangat lapang dan begitu
antusias dan pengerti yang tinggi mereka terima dan mereka pahami.
Semua potret
diatas adalah hanya sebagian kecil yang mampu kami tuangkan tentang luar
biasanya “Ketuwon” ini. Banyak hal lain yang sebetulnya tak mampu kami uraikan,
karena kami pun tak ada kata yang mampu untuk menjabarkannya, karena “Keindahan
yang Luar Biasa Tak Pernah Tergambar Layaknya Surga Itu”.
@LydaOcha
No comments:
Post a Comment