Saya rasa banyak orang yang telah bersahabat dengan
sepuntung rokok. Seperti setiap persahabatan yang memiliki alasan, mereka yang
bersahabat dengan sepuntung rokok juga pasti bisa menjelaskan alasan
persahabatannya. Mayoritas masyarakat Tosari pun memiliki persahabatan yang
kental dengan sepuntung rokok. Sepuntung rokok senantiasa setia menemani setiap
sisi kehidupan mereka. Mereka yang di ladang, mereka yang di kantor
kecamatan,mereka yang di sekolah, mereka yang di pasar, mereka yang di rumah,
bahkan mereka yang berkunjung ke Puskesmas. Mungkin dinginnya udara Tosari
menjadi salah satu alasan persahaban mereka dengan sepuntung rokok.
Sedih rasanya melihat para muda sudah bersahabat dengan
sepuntung rokok sedari mudanya. Saya tidak tahu, apakah mereka tahu bahwa
sepuntung rokok sahabat mereka itu nantinya tidak akan bersahabat lagi dengan
mereka setelah asapnya memenuhi paru mereka. Rasanya saya khawatir sepuntung
rokok sahabat mereka itu bisa mencuri beberapa tahun usia mereka. Belum lagi
risiko sakit jantung, kanker, impotensi yang dibawa oleh sepuntung rokok
sahabat mereka.
Sedih juga melihat para ayah yang bersahabat dengan
sepuntung rokok membuat istri dan anak-anak mereka pun merasakan dampak dari
persahabatan mereka dengan sepuntung rokok. Udara bersih yang seharusnya berhak
dihirup oleh istri dan anak mereka harus tercemar karena persahabatan mereka
dengan sepuntung rokok.
Siang itu, saya dan Intan mengunjungi salah satu pasien kami
di Dusun Junggo, Desa Baledono. Di situ tidak sengaja kami menemukan seorang
nenek yang juga bersahabat dengan sepuntung rokok. Nenek ini terlihat bugar,
nampak baru berjalan dari tempat yang jauh dan sama sekali tidak terlihat
lelah. Pandangan kami langsung tertarik pada sepuntung rokok di sela jarinya.
“Wah, ada nenek yang bersahabat dengan sepuntung rokok
ternyata,” pikir saya dalam hati.
Intan spontan mendekati nenek ini dan mengajaknya berfoto.
“Kok rokokan, Mak?” tanya saya.
“Iyo, Bu. Ngge anget-anget,” begitu jawaban yang mengalir,
menjelaskan alasan nenek ini bersahabat dengan sepuntung rokok.
Saya dan Intan hanya tersenyum. Sedih karena mengingat
Posyandu lansia di desa ini masih vakum karena suatu hal. Padahal, mungkin
dengan kondisi tubuh yang sebugar itu, membuat nenek ini tidak pernah terlintas
pikiran untuk periksa ke Puskesmas, “sekedar” untuk cek tekanan darah.
Nenek ini menghembuskan asap rokoknya dengan santai sekali |
Tetap (WASPADA jika anda) bugar walau bersahabat dengan rokok |
Bidan Intan dengan Seorang Sabahat dari Sepuntung Rokok |
Kamipun berjanji, jika kami bertemu lagi dengan Mak dan Mbah
yang bersahabat dengan sepuntung rokok, kami akan mendorong mereka untuk
periksa tekanan darah di Puskesmas atau Posyandu lansia.
Rasanya, eman jika
melihat pasien-pasien yang datang ke Puskesmas sudah dalam keadaan tidak
berdaya karena serangan stroke. Eman karena
seharusnya itu masih bisa dicegah. Eman karena
kami menyayangkan mereka yang enggan memutus persahabatannya dengan sepuntung
rokok. Kalau sudah stroke, apalah yang bisa kami lakukan selain merujuk?
So,
Dear para sahabat dari sepuntung rokok....
Selagi masih ada kesempatan, berusahalah memutus
persabahatanmu dengan sepuntung rokok
Percayalah,
“Manfaat” yang engkau rasakan dari persahabatanmu dengan
sepuntung rokok tidak sebanding dengan kerugiannya
Bukan hanya merugikan dirimu tapi juga orang-orang
terdekatmu yang engkau kasihi
Sepuntung rokok sahabatmu itu, bukan hanya bisa mencuri
usiamu tapi juga usia istrimu, suamimu, kekasihmu, anakmu, dan para sahabatmu
yang sejati
Dear para sahabat sepuntung rokok....
Bukannya kami membenci persahabatanmu dengan sepuntung rokok
Tapi kami sungguh menyayangkan setiap detik hidupmu yang
dicuri olehnya
Kami hanya ingin melihatmu, sahabat kami,
sehat tanpa harus bergelut dengan akibat dari sepuntung
rokok
Salam untuk para sabahat dari sepuntung rokok,
Kinanthi Estu Linadi, S.KM.
Hidup laskar pencerah Tosari!
ReplyDelete