Followers

Tuesday, March 4, 2014

Serunya Sanggar Jaya Kusuma Tosari Memainkan Lakon Joko Seger dan Roro Anteng, Cikal Bakal Suku Tengger



...bangga rasanya bisa menjadi saksi atas pemuda yang tak canggung dengan kesenian tradisional, tari, gamelan, busana, pun kisah legenda suku mereka sendiri.

Masyarakat Tengger dan segala budayanya selalu menarik untuk diselami lebih dalam. Termasuk legenda yang terus mereka pegang erat sebagai identitas suku Tengger, apalagi kalau bukan legenda Joko Seger dan Roro Anteng. Legenda Joko Seger dan Roro Anteng ini juga merupakan awal mula upacara adat Tengger yang utama, yaitu Kasodo.

Mungkin legenda ini tidak terlalu populer dibandingkan Sangkuriang dengan Tangkuban Perahu atau Roro Jonggrang dengan candi Prambanan. Tapi legenda ini sungguh sarat makna, bagaimana kita harus berkorban dan merelakan orang yang kita sayangi untuk menyelamatkan orang banyak. 

Nah, Minggu (3 Maret 14) yang lalu, saya dan kawan-kawan Pencerah Nusantara kembali mendapat kesempatan untuk melihat pagelaran tari dan teater yang mengangkat lakon Joko Seger dan Roro Anteng di pendopo agung desa Wonokitri, desa di kecamatan Tosari yang terdekat dengan Pananjakan Bromo. Pagelaran ini sungguh luar biasa, baik dari segi kostum, dialog, musik, koreografi, dan tentunya akting dari para pemain. Siapa sangka, sebagian besar pemain dan kru yang terlibat di pagelaran ini adalah anak-anak SMP dan SMA di Tosari. Ya, Yayasan SMP dan SMA Baithani Tosari memiliki cara unik untuk mengembangkan potensi siswa siswinya sekaligus mengangkat budaya suku Tengger. Eits, mereka yang menyebut kelompoknya sebagai sanggar tari Jaya Kusuma ini, sudah pernah tampil lho di TMII, Jakarta.

Persiapan yang mereka lakukan sebelum tampil tak main-main. Meski tampil pukul 6 sore, para pemain lakon, penabuh gamelan, dan sinden sudah bersiap dari jam 10 pagi !

Pemain yang menunggu waktu tampil

Persiapan dilakukan sedari pagi, Ibuk yang sedang merias adalah ibuk pelatih sanggar Jaya Kusuma
Pemain Sanggar Jaya Kusuma ini juga tak mau ketinggalan ambil bagian dalam merias

Sore Telah Tiba, pemain bersiap menuju lokasi. FYI, lokasinya dingin luar biasa lho.

Yuk kita simak bagaimana jalan cerita pagelaran ini.

Tarian Pembuka : Tari Gunungan
 Lakon Joko Seger dan Roro Anteng dimulai ketika Roro Anteng, sang putri kerajaan Majapahit, harus mengamankan dirinya dari kondisi huru hara yang sedang terjadi di Majapahit. Akhirnya ia pergi ke lereng gunung Bromo dan bertemu Ki Dada Putih, sang Resi yang kemudian menjadi ayah angkat Roro Anteng. Di tempat inilah Roro Anteng bertemu Joko Seger dan menjalin kisah cinta. Kisah cinta yang ternyata tak mulus jalannya.

Pemeran Roro Anteng, siswi SMA Baithani Mororejo Tosari
Sebuah Tarian Cantik yang Menggambarkan Kisah Cinta Roro Anteng dan Joko Seger
Ekspresi Penonton Ketika Melihat Pertunjukkan : Nampak Terhanyut Ya :)

Meski telah lama menikah, Roro Anteng dan Joko Seger tak kunjung dikaruniai anak. Hari demi hari penantian mereka lalui. Sampai suatu ketika, Roro Anteng mencetuskan ide untuk bertapa dan memohon ke Hyang Widhi agar mereka bisa memeroleh anak. Joko Seger pun setuju, mereka bertapa di kawah gunung Bromo dan mengucapkan doa nan tulus. Sayangnya, di proses pertapaan, mereka membuat janji yang akan mereka sesali kelak. Joko Seger dan Roro Anteng berikrar : jika mereka dikaruniai 25 anak, maka mereka akan merelakan satu anaknya untuk dipersembahkan ke Hyang Widhi.

Roro Anteng dan Joko Seger Bertapa di Bromo
Hatta, Roro Anteng dan Joko Seger benar-benar memiliki 25 anak setelah bertapa di gunung Bromo. Anak-anak mereka tumbuh dan mendewasa. Hidup serasa sempurna ketika itu. Sampai suatu saat Joko Seger bermimpi, mimpi yang membuatnya bagai makan buah simalakama. Dalam mimpinya, Joko Seger diingatkan kembali akan janji yang ia dan Roro Anteng ikrarkan di gunung Bromo. Jika sampai ia tidak menepati janjinya, maka seluruh masyarakat Tengger akan diluluhlantakan tak bersisa.

Adegan berikutnya adalah epilog yang menyayat. Adegan dimana Joko Seger dan Roro Anteng mengumpulkan semua anaknya kemudian menceritakan mimpi Joko Seger. Tidak ada yang bersedia dikorbankan, Joko Seger dan Roro Anteng pun sangat berat mengorbankan anaknya, meski hanya satu di antara 25. Namun tiba-tiba, anak yang terakhir, Jaya Kusuma mengajukan dirinya tanpa ragu. Dialog yang diramu di adegan ini cukup menyentuh. Pemain-pemainnya piawai mengekspresikan kesedihan ayah dan ibu yang ditinggal oleh anaknya. Pun si Jaya Kusuma yang bahkan sampai bisa mengeluarkan air mata di panggung. Ditambah efek sakral dari rombongan yang memegang obor di prosesi pengorbanan Jaya Kusuma, lengkap sudah epilog yang disuguhkan ke penonton.

Adegan Melepas Jaya Kusuma untuk Dikorbankan di Kawah Bromo

Prosesi Pengorbanan Jaya Kusuma :Ikut Merinding

Mengantar Jaya Kusuma ke Kawah Bromo

Jaya Kusuma Meminta Sesajen Dilarung ke Kawah Bromo Tiap Tahunnya : Awal Mula Kasodo

Overall, penampilan kru SMP dan SMA Baithani Tosari ini mampu membawa penonton menghayati kisah Joko Seger dan Roro Anteng. Penonton digiring emosinya dari kisah awal yang ringan dan penuh humor ke penutup yang klimaks lagi menyedihkan. Yang lebih menyenangkan adalah melihat semangat siswa-siswi yang membawakannya, bangga rasanya bisa menjadi saksi atas pemuda yang tak canggung dengan kesenian tradisional, tari, gamelan, busana, pun kisah legenda suku mereka sendiri.

Hong Ulun Basuki Langgeng : Semoga Selamat Tercurah Selamanya !Penutup Apik nan Semangat dari Sanggar Jaya Kusuma

Bani Bacan Hacantya Yudangara, S.Psi
@banibacan ~

2 comments:

  1. mudah-mudah betah di Tosari yang dingin, dan benar-benar mencerahkan..!

    ReplyDelete