...bangga rasanya bisa menjadi
saksi atas pemuda yang tak canggung dengan kesenian tradisional, tari, gamelan,
busana, pun kisah legenda suku mereka sendiri.
Masyarakat Tengger dan segala
budayanya selalu menarik untuk diselami lebih dalam. Termasuk legenda yang
terus mereka pegang erat sebagai identitas suku Tengger, apalagi kalau bukan
legenda Joko Seger dan Roro Anteng. Legenda Joko Seger dan Roro Anteng ini juga
merupakan awal mula upacara adat Tengger yang utama, yaitu Kasodo.
Mungkin legenda ini tidak terlalu
populer dibandingkan Sangkuriang dengan Tangkuban Perahu atau Roro Jonggrang
dengan candi Prambanan. Tapi legenda ini sungguh sarat makna, bagaimana kita
harus berkorban dan merelakan orang yang kita sayangi untuk menyelamatkan orang
banyak.
Nah, Minggu (3 Maret 14) yang
lalu, saya dan kawan-kawan Pencerah Nusantara kembali mendapat kesempatan untuk
melihat pagelaran tari dan teater yang mengangkat lakon Joko Seger dan Roro
Anteng di pendopo agung desa Wonokitri, desa di kecamatan Tosari yang terdekat
dengan Pananjakan Bromo. Pagelaran ini sungguh luar biasa, baik dari segi
kostum, dialog, musik, koreografi, dan tentunya akting dari para pemain. Siapa
sangka, sebagian besar pemain dan kru yang terlibat di pagelaran ini adalah anak-anak
SMP dan SMA di Tosari. Ya, Yayasan SMP dan SMA Baithani Tosari memiliki cara
unik untuk mengembangkan potensi siswa siswinya sekaligus mengangkat budaya
suku Tengger. Eits, mereka yang menyebut kelompoknya sebagai sanggar tari Jaya
Kusuma ini, sudah pernah tampil lho di TMII, Jakarta.
Persiapan yang mereka lakukan
sebelum tampil tak main-main. Meski tampil pukul 6 sore, para pemain lakon,
penabuh gamelan, dan sinden sudah bersiap dari jam 10 pagi !
|
Pemain yang menunggu waktu tampil |
|
Persiapan dilakukan sedari pagi, Ibuk yang sedang merias adalah ibuk pelatih sanggar Jaya Kusuma |
|
Pemain Sanggar Jaya Kusuma ini juga tak mau ketinggalan ambil bagian dalam merias |
|
Sore Telah Tiba, pemain bersiap menuju lokasi. FYI, lokasinya dingin luar biasa lho. |
Yuk kita simak bagaimana jalan
cerita pagelaran ini.
|
Tarian Pembuka : Tari Gunungan |
Lakon Joko Seger dan Roro Anteng
dimulai ketika Roro Anteng, sang putri kerajaan Majapahit, harus mengamankan
dirinya dari kondisi huru hara yang sedang terjadi di Majapahit. Akhirnya ia
pergi ke lereng gunung Bromo dan bertemu Ki Dada Putih, sang Resi yang kemudian
menjadi ayah angkat Roro Anteng. Di tempat inilah Roro Anteng bertemu Joko
Seger dan menjalin kisah cinta. Kisah cinta yang ternyata tak mulus jalannya.
|
Pemeran Roro Anteng, siswi SMA Baithani Mororejo Tosari |
|
Sebuah Tarian Cantik yang Menggambarkan Kisah Cinta Roro Anteng dan Joko Seger |
|
Ekspresi Penonton Ketika Melihat Pertunjukkan : Nampak Terhanyut Ya :) |
Meski telah lama menikah, Roro
Anteng dan Joko Seger tak kunjung dikaruniai anak. Hari demi hari penantian
mereka lalui. Sampai suatu ketika, Roro Anteng mencetuskan ide untuk bertapa
dan memohon ke Hyang Widhi agar mereka bisa memeroleh anak. Joko Seger pun
setuju, mereka bertapa di kawah gunung Bromo dan mengucapkan doa nan tulus. Sayangnya,
di proses pertapaan, mereka membuat janji yang akan mereka sesali kelak. Joko
Seger dan Roro Anteng berikrar : jika mereka dikaruniai 25 anak, maka mereka
akan merelakan satu anaknya untuk dipersembahkan ke Hyang Widhi.
|
Roro Anteng dan Joko Seger Bertapa di Bromo |
Hatta, Roro Anteng dan Joko Seger
benar-benar memiliki 25 anak setelah bertapa di gunung Bromo. Anak-anak mereka
tumbuh dan mendewasa. Hidup serasa sempurna ketika itu. Sampai suatu saat Joko
Seger bermimpi, mimpi yang membuatnya bagai makan buah simalakama. Dalam
mimpinya, Joko Seger diingatkan kembali akan janji yang ia dan Roro Anteng
ikrarkan di gunung Bromo. Jika sampai ia tidak menepati janjinya, maka seluruh
masyarakat Tengger akan diluluhlantakan tak bersisa.
Overall, penampilan kru SMP dan
SMA Baithani Tosari ini mampu membawa penonton menghayati kisah Joko Seger dan
Roro Anteng. Penonton digiring emosinya dari kisah awal yang ringan dan penuh
humor ke penutup yang klimaks lagi menyedihkan. Yang lebih menyenangkan adalah
melihat semangat siswa-siswi yang membawakannya, bangga rasanya bisa menjadi
saksi atas pemuda yang tak canggung dengan kesenian tradisional, tari, gamelan,
busana, pun kisah legenda suku mereka sendiri.
|
Hong Ulun Basuki Langgeng : Semoga Selamat Tercurah Selamanya !Penutup Apik nan Semangat dari Sanggar Jaya Kusuma |
Bani Bacan Hacantya Yudangara, S.Psi
@banibacan ~
mudah-mudah betah di Tosari yang dingin, dan benar-benar mencerahkan..!
ReplyDeleteterimakasih pak guru :)
Delete