Followers

Thursday, November 28, 2013

Semua tentang Semangat Mereka (Late Post)

Kali ini, saya akan menceritakan apa yang saya janjikan. Posting tentang semangat-semangat yang kami temui dari mereka yang ada di Tosari. Posting yang terlambat sebenarnya, tapi semoga tidak mengurangi pesan yang ada di dalamnya. Kejadian ini berlangsung sebelum peristiwa mengejar SBY dan Budiono (postingan Bidan Intan http://pencerahnusatosari.blogspot.com/2013/11/bias-bulan-imunisasi-anak-sekolah-edisi.html). 
Kejadian pertama adalah ketika kami mengunjungi SD Kandangan 2. SD Kandangan 2 adalah sebuah SD yang ada di dusun amat terpencil di kecamatan Tosari, Dusun Pandansari (bisa cek http://pencerahnusatosari.blogspot.com/2013/11/edisi-blusukan-tosari.html). Dusun ini sulit dilewati oleh sepeda motor biasa, mungkin bisa bagi warga Tosari tapi sangat berisiko jatuh dari motor. Jalan macadam licin dan naik-turun jadi tantangan di hari itu. Jadilah motor kami titipkan di rumah salah seorang guru tidak tetap di dekat Kantor Desa Kandangan. Dan kami berjalan dari tempat kami menitipkan motor kami. Jaraknya? Kurang lebih 1 jam jalan kaki. Ya, jalan kaki....

The Girls and Pak Darto, di jalan yang masih cukup rata
Sepanjang jalan itu, ada banyak keindahan yang kami lihat. Keindahan yang mengiringi setapak demi setapak langkah kami. Dari jalan yang masih rata, hingga memasuki daerah berbatu. Pak Darto, juru imunisasi Puskesmas, menceritakan pengalaman pengabdiannya dari tahun 1987, melewati jalan itu dan berkata, “Ini sudah jauh lebih baik, Mbak Kinan. Sudah bisa dilewati sepeda (red: motor).”
Oke, ketika saya membayangkan betapa sulitnya keadaan waktu itu, saya mengacungkan jempol saya pada Pak Darto. 

Keindahan, teman mengurangi kelelahan

Kota Malang, nun jauh di sana

Persahabatan Lebah dan Bunga Matahari

Bunga Liar yang Kecantikannya Tiada Tara

Taman Nasional Gunung Bromo

Bunga Liar Pemanis Semak Belukar

Rimbun

Keadaan jalan yang makin sulit membuat tenaga kami berkurang banyak. Tapi Pencerah Nusantara harus bisa melewati itu. Ada 24 siswa SD Kandangan 2 yang menanti kami memberikan penyuluhan, pemeriksaan kesehatan, dan imunisasi di ujung sana. Kami harus terus bersemangat berjalan.

Mulai macadam

Dan sekolahnya masih juauuuuh di ujung sana

Sepatu pink yang siap menerjang macadam

Ncan, menempuh macadam

Intan, menempuh macadam

Pencerah Nusantara, menempuh macadam
Sekali lagi, yel-yel hasil pelatihan di Akmil cukup ampuh mengurangi rasa lelah dan kembali memicu semangat berjalan.
“Mantapkan hati tak perlu bimbang. Maju untuk berjuang. Walau rintangan datang menghadang, kamipun pantang mundur.”
Yaah, walaupun kami menyanyi dengan agak ngos-ngosan karena lelah mendaki, setidaknya kami masih sanggup berjalan dengan tambahan tenaga setelah kami menyanyi :D
Sesampainya di area macadam, semangat kami kembali diuji. Kaki mulai terasa pegal dan keringat bercucuran. Keindahan alam masih setia menemani kami. Namun lelah membuat kami sedikit lebih diam. Kamipun berjalan dalam ketenangan, menyimpan tenaga sebanyak yang kami bisa.
Akhirnya setelah kurang lebih 1 jam berjalan, kami sampai juga di SD Kandangan 2. Senang rasanya mendengar suara anak-anak dari kejauhan dan akhirnya bisa mencapai sekolah mereka. Kami disambut para siswa dengan toss tanda persahabatan. 

Tossss!!!
Senyum para guru mengembang menyambut kami.
“Bagaimana perjalanannya?” tanya seorang guru pada saya.
“Wah, luar biasa, Pak.. Saya berasa outbond,” jawab saya, masih ngos-ngosan, sambil lanjut bertanya, “Rumah’e Bapak ndek mana?”
“Di Sidoarjo, Mbak,” jawab guru itu kalem.
“WOW...!! Sidoarjo, Pak? Tiap hari Bapak naik ngajar?!” tanya saya, terkejut.
“Iya, Mbak. Ya gimana kalau nggak ngajar tiap hari? Guru di sini Cuma 2, Mbak yang orang sini. Lainnya ada yang rumahnya di Malang, Mojokerto juga ada.”
Sekali lagi saya dibuat kagum oleh para pahlawan tanpa tanda jasa di Kecamatan Tosari. Semangat mengajarnya itu, mengalahkan jarak dan lelah. Sungguh, saya belajar banyak tentang makna pengabdian dari para pahlawan tanpa tanda jasa ini.
Setelah sedikit berbincang dengan guru dan kepsek, kami mulai kegiatan. Kami memberikan penyuluhan PHBS pada siswa-siswa, mengajari mereka senam cuci tangan, mengajari tepuk anak sehat, dan senam trekjing.
Ada 1 anak laki-laki yang mencuri perhatian saya. Seorang siswa, kelas 6, berani dan sopan, pintar memimpin teman-temannya untuk berbaris, cita-citanya menjadi astronot.
“Oke, kamu boleh jadi astronot. Nanti, tancapkan bendera merah putih di bulan ya, dek,” ujar saya menyemangatinya. Dia hanya mengangguk, tanpa kata tapi mantap. Saya suka sekali dengan semangatnya. 



Calon astronot favorit saya (:

Dan tak lupa semangat siswa yang lain. Berbaris rapi menunggu giliran imunisas. Tidak ada yang menangis. Semua semangat untuk jadi sehat. Semua semangat mengikuti gerakan senam cuci tangan yang kami contohkan. Semua semangat mengikuti penyuluhan PHBS yang kami berikan.
Semangat gurunya lebih luar biasa lagi. Selesai kegiatan, kami foto bersama. Sebelum foto, seorang guru memberikan instruksi para siswa menyanyikan yel-yel SD Kandangan 2. Saya terkesan dengan sebait lirik yel-yel mereka. Kurang lebih seperti ini:
“Kata orang mencari ilmu itu mulia... Bagaikan mencari emas permata... Gunung lembah kudaki tanpa lelah...”

Bidan Intan and the Kids

Mutiara Pandansari yang Menunggu untuk Ditemukan

Berbagi samangat bersama Pencerah Nusantara

Semangat Gurunya, Semangat Muridnya



Terharu mendengar anak-anak ini bernyanyi dan bertepuk tangan. Ah, Tuhan... Semoga Engkau berkenan memberikan kesempatan pada mereka untuk mereka sekolah setinggi-tingginya.

Cerita kedua adalah tentang semangat peserta Sosialisasi dan Pelatihan Pengolahan Sampah Organik dan Anorganik yang kami laksanakan tanggal 25 November bersama dengan Tim Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan. Awalnya kami sempat ragu akan kedatangan peserta mengingat mayoritas peserta adalah petani yang harus ke ladang serta keadaan cuaca yang hujan tidak menentu.
Tapi ternyata kekhawatiran kami sirna. Ada 30 dari 40 undangan datang dan kami bersyukur untuk itu. Ketiadaan TPA di Kecamatan Tosari menjadi sumber permasalahan pengelolaan sampah. Keberadaan Tosari sebagai desa wisata tentu harus ditunjang dengan kebersihan lingkungan yang bebas sampah. Kebiasaan masyarakat yang masih banyak membuang sampah di jurang belakang pasar juga menjadi latar belakang kami mengusulkan kegiatan ini.
Setelah segala persiapan dilakukan, menyebar undangan di 8 desa, meminjam mesin jahit, koordinasi dengan para inggih, koordinasi dengan kecamatan, akhirnya semuanya siap. Pembicara yang sudah ahlipun memaparkan teknik komosting dan daur ulang yang benar dengan semangat. Tanpa diduga, antusiasme peserta ternyata luar biasa. Para bapak kelompok tani semangat mempelajari teknik komposting dengan menggunakan takakura, dan para ibu PKK semangat mempelajari cara daur ulang sampah plastik bekas bungkus indom*e, bekas bungkus minyak fil*a, bekas bungkus sabun rin*o dan mol*o, menjadi berbagai macam kerajinan yang cantik dan bernilai ekonomi. Para ibu semangat sekali mempelajari cara melipat bungkus indom*e supaya bisa dirangkai menjadi tas cantik.
“Akhir’e isun bisa. Maune isun ndak bisa tapi isun mau nyoba terus akhir’e bisa,” ujar seorang ibu dengan gembira karena akhirnya berhasil melipat bungkus indom*e setelah berulang kali mencoba.
Wacana mengenai gethok tular dan pengadaan bank sampah menjadi tindak lanjut dari pelatihan ini. Para trainer juga memuji semangat para peserta. Semoga hal kecil yang kami lakukan ini pada akhirnya bisa memantik semangat masyarakat mengurangi sampah yang ada di Kecamatan Tosari.

Sekian cerita semangat yang bisa saya bagikan. Akan ada lanjutan cerita mengenai pelaksanaan Peringatan Hari Kesehatan Nasional ke 49, Kegiatan “Senyum Sehat Bromo” kerjasama PDGI Kab. Pasuruan dengan Pencerah Nusantara Tosari tanggal 30 nanti. Tunggu yaa.....!!


Salam sehat selalu,
Kinanthi Estu Linadi, S.KM


Tuesday, November 26, 2013

BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) Edisi Mengejar Budiono dan SBY


Bulan ini kami disibukkan dengan imunisasi ke sekolah-sekolah. Setelah seluruh SD se-kecamatan Tosari 16 SD berhasil di imunisasi dengan beragam kelucuan mereka yang masih lekat diingatan kami, kini kami beranjak menuju SMP. Mulai dari SMP yang terdekat dari Puskesmas, yaitu SMP Baithani. Siswa SMP biasanya lebih susah untuk diimunisasi. Banyak yang takut dengan jarum suntik. Setelah perlengkapan siap, kami melangkahkan kaki menuju SMP seberang. Dan cerita pun dimulai....

Rasanya menggelikan. Kejar-kejaran dengan anak SMP yang pada kabur takut diimunisasi. Ada yang bersembunyui di kamar mandi dan kabur entah kemana.

Setelah mereka yakin bahwa yang menyuntik adalah mba'-mba'....akhirnya mereka mau untuk disuntik. Semua antri di depan saya.

Disini kami bertemu dengan anak SD bernama SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Langsung maju minta disuntik. Keren... berani seperti Presiden. Kami juga bertemu dengan Budiono. Yang menggelikan adalah saat Budiono minta disuntik dan ketika jarum mendekat dia bergerak dan menolak dengan hebat.
Setelah dicoba berkali-kali dia tetap menolak. Sampai akhirnya Budi dibawa ke kantor guru. Budi menyatakan mau disuntik, namun..ketika jarum telah mendekat ia berontak.

 Setelah kita menyerah, Mas perawat Satria bertanya "suntik sama pak Darto ae wes"?, Budiono menjawab "moh..karo mba' seng mau ae wes" (gag mau..sama mba' yang tadi aja. red)..kata Budiono dengan polosnya.

 Saya pun mendekat dan menawarkan "mau suntik dimana?"...

"disana aja mba'"...kata Budiono sambil menunjuk ruang BP.

kemudian saya membawa Budiono ke ruang BP. Berdua saja. (krik..krik.....kalau tau begini saya rayu saja dari awal, tak perlu repot...)

Dan...cus.......jarum berhasil menembus kulit Budiono. Dengan polosnya Budiono bertanya "sudah mba'?",....

"iya sudah...ga sakit kan......", sambut saya..

Budiono hanya tersenyummm...menyusul SBY sukses disuntik.



Intan Hajar Fauzanin
Bidan Tm Tosari

Wednesday, November 20, 2013

Edisi Blusukan Tosari

Masih dalam rangkaian Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), giliran kami mengunjungi salah satu SD paling terpencil di Kecamatan Tosari, SD Ngadiwono 2. Terletak di Dusun Banyumeneng, Desa Ngadiwono, salah satu desa yang paling sulit dijangkau. Ambulans hijau Puskesmas siap mengantar kami menuju ke SD tersebut. Awalnya, perjalanan masih lancar karena jalan mulus aspal sampai Dusun Ngadiwono. Namun begitu masuk ke Dusun Banyumeneng, jalan macadam siap menyambut kami. Macadam adalah jalan sempit yang masih belum diaspal, hanya tanah liat dan berbatu-batu. Sebelah kiri kami jurang, sebelah kanan tembok tanah dengan berbagai macam vegetasinya. Pak Soleh, driver andalan kami, terlihat sudah terbiasa dengan medan yang ada, tapi tetap waspada. Kondisi jalan sehabis diguyur hujan, menjadi licin dan sering membuat mobil ambulans sedikit selip. Jangan tanya bagaimana kondisi kami di bagian bangku belakang ambulans. Perawat kami sampai tumbang karena berguncang-guncang isi perutnya. Badan kami terlempar beberapa kali karena goncangan laju ambulans. Ke kanan, ke kiri, dan tidak jarang sedikit terlempar ke atas. Dalam pikiran saya, bagaimana jika ada ibu hamil yang mau melahirkan di sini??



Setelah menempuh perjalanan yang luar biasa (bisa dibayangkan dari goncangan dalam 2 video singkat kami), sampailah kami di SDN Ngadiwono 2. Sekali lagi kami menjumpai para pahlawan tanpa tanda jasa di tempat ini.
“Kalau di sini itu, bukan siswa yang nunggu gurunya tapi guru yang nunggu siswanya.”
Kira-kira begitu ujar salah seorang guru SDN Ngadiwono 2. Artinya, jumlah murid di sana memang tidak banyak. Bahkan, tidak jarang mereka yang harus menunggu siswanya datang. Maklum, sebagian besar siswa mereka tinggal di Dusun Ketuwon, masih sedikit jauh dari Dusun Banyumeneng. Sulitnya medan membuat para murid mereka harus menempuh perjalanan dengan berjalan kaki. 
"Makanya anak-anak jarang ada yang kelihatan bersih, Mbak. Karena ya itu tadi, berangkatnya sudah kotor lewat tegal. Kadang kalau hujan ya kami ndak memperbolehkan mereka pulang dulu. Bahaya jalannya..."
Seperti biasa, saya masuk ke kelas 1 untuk memberi penyuluhan. Ada 12 siswa, semuanya tidak banyak bicara, tidak seperti kebanyakan siswa SD lainnya yang cenderung aktif. Maka, saya mencoba memberikan informasi PHBS sesederhana mungkin. Mendorong mereka untuk ingat menggosok gigi, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, mandi 2 kali sehari. Kemampuan bahasa Tengger minimalispun saya gunakan semaksimal mungkin agar mereka mengerti pesan yang disampaikan.
Pemeriksaan kesehatanpun dimulai. Sementara dr. Maria melakukan pemeriksaan kesehatan, saya sedikit mengobrol dengan guru kelas 1.
Kinan (K): Ibu udah berapa lama ngajar ndek sini?
Ibu Guru (IG): Masih 10 tahunan, Mbak
K: Waah, udah lama banget... Masih kerasan bu?
IG: Haha, ya masih, Mbak. Kalau bukan orang Ngadiwana sendiri yang ngajar ndek sini ya siapa lagi yang bisa bikin mereka jadi lebih baik? (Dua jempol saya untuk Ibu Guru ini...!!)
K: Betul, Ibu... Pengabdian.
IG: Iya, Mbak. Pengabdian. (Sekali lagi saya belajar tentang apa itu pengabdian)
K: Ibu kelau berangkat gmn? Kan jalannya kayak gitu?
IG: Ya naik motor, Mbak. Mau gimana lg. Anak-anak itu kalau berangkat malah jalan kaki nglewatin tegal-tegal. Makanya ini masih untung banget mereka masih mau sekolah. Tahun ini ada yg umur 10 tahun baru masuk kelas 1. Ya sudah begini ini Mbak keadaanya.
K: Wah, luar biasa. Semangat terus nggih, Bu?
IG: Ya harus semangat, Mbak.
Hati saya diam-diam bersyukur bisa belajar dari ibu guru ini. Semangatnya, keyakinannya untuk meningkatkan derajat hidup siswanya, ketekunannya, kerelaannya berkorban, ...
Setelah imunisasi, saya menyempatkan main dengan anak-anak kelas 6. Di Kota, anak2 SD mungkin sudah menghabiskan waktu istirahat dg ke kantin, main HP atau laptop. Di sini, anak2 menghabiskan waktu istirahat dengan bermain voli. Saya dan Syam ikut bermain sebentar. Tanpa diduga, permainan mereka luar biasa sekali. Saya cuma bisa terpana lihat mereka dengan lihainya melakukan passing demi passing dan berebut poin. Cara mereka bicara dengan kami, bahasa jawa krama halus. Ah, saya jatuh cinta pada anak-anak di SD itu.
Siswa Kelas 1, Laskar Pelangi dari Dusun Ketuwon

Siswa-Siswa Istimewa Hasil Didikan Para Guru Istimewa
Senyum Anak-Anak Pemberani

Kak Ncan Penyuluhan PHBS di Kelas 2-3

Ini Dia, yang Berani Senam Cuci Tangan di Depan Kelas (:

Setelah cerita dari Banyumeneng, saya kembali menelusuri desa-desa yang jauh di Tosari untuk mengantar surat Undangan Pelatihan Pengolahan Sampah Anorganik dan Organik. Ya, masalah sampah di sini memang masih menjadi PR untuk diselesaikan bersama. Ketiadaan TPA menjadi kendala terbesar pengelolaan sampah di sini. Perilaku membuang sampah di jurang tentu akan mengurangi keindahan Kecamatan Tosari sebagai daerah pariwisata. Itulah mengapa kami bersama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan berencana mengadakan Pelatihan Pengolahan Sampah Organik dan Anorganik untuk kelompok tani dan ibu PKK. Saya dan Ncan mendapat tugas untuk menyebar undangan ke Desa Ngadiwono, Mororejo, dan Kandangan. Hujan tidak menyurutkan langkah kami pergi, berkenalan, dan menyampaikan surat undangan kepada Pak Inggih (Singkatan dari Petinggi, sama dengan Kepala Desa) desa tujuan kami. Hujan memicu hawa dingin yang menusuk tulang. Tapi semangat dan harapan kami untuk membagi ilmu dengan kelompok tani dan ibu PKK mengalahkan rasa dingin. Walaupun harus pinjam sepeda motor tetangga karena motor dinas kami rusak, walaupun sempat tersesat di jalan karena kami bertanya arah 'Kandangan' tapi malah diarahkan ke 'Kandangsari' (2 tempat yang namanya hampir sama tapi letaknya sungguh jauh berbeda), tapi kami bersyukur Tuhan menyertai perjalanan kami. Bersyukur karena para Inggih ini menyambut kami dengan baik. Sekali lagi kami menyadari pentingnya membangun hubungan dengan tokoh masyarakat. Dalam perjalanan mengantar surat, tidak ada satupun keindahan alam Tosari yang kami lewatkan.

Masih ada 1 dusun yang menantang lagi yang menanti kami kunungi, namanya Dusun Pandansari. Ada SD Kandangan 2 di sana. Seperti apa ceritanya? Seperti apa pula keindahan alam sepanjang mengantar surat undangan? Dan bagaimana juga cerita jalannya Pelatihan Pengolahan Sampah yang dihadiri Kelompok Tani dan Ibu PKK di sini? Tunggu saja yaa (:

Salam Sehat dari Pencerah Nusantara Tosari!

Kinanthi Estu Linadi, S. KM


Saturday, November 9, 2013

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa dan Para Siswa Pemberani

Tosari, 9 November 2013

Hari ini, sehari sebelum peringatan Hari Pahlawan, saya dan teman-teman Tim Pencerah Nusantara Tosari, melakukan kunjungan ke SD Sedaeng 2. Kunjungan kami ke SD Sedaeng 2 masih dalam rangkaian kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah dan ditambah kami membantu Puskesmas untuk melaksanakan skrining kesehatan siswa kelas 1, pemeriksaan garam beryodium, pemberian obat cacing, dan tak lupa pemberian penyuluhan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). SD Sedaeng 2 terletak di Desa Sedaeng, tapi yang menjadikan SD ini istimewa adalah letaknya yang sangat jauh dari SD Sedaeng 1. Karena kondisi jalan yang sulit, kami menuju sekolah ini dengan menggunakan ambulans dan harus berputar melewati kecamatan tetangga. Jalur yang kami lewati adalah jalur yang berliku, berbatu, melewati hutan pinus dan beberapa perkebunan milik warga, Mual? Pasti. Hahaha... Tapi bukan Pencerah Nusantara namanya kalau tumbang begitu saja. Di dalam ambulans, kami menyanyi bersama untuk menghilangkan rasa mual dan pusing. Di bagian belakang ada saya, Syam, dan Ncan menyanyikan lagu yel-yel yang kami dapat selama masa pelatihan di akmil Magelang.

"Tatap mata yang tajam, sikap penuh wibawa, semangat berkobar di dada/ Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, patah tumbuh hilang berganti/ Walau badan hancur lebur maju terus pantang mundur, kesetiaan kami takkan luntur..."

"Mantapkan hati tak perlu bimbang, maju untuk berjuang/ walau rintangan datang menghadang, kamipun pantang mundur/ jangan tanyakan apa yang telah negara berikan kepadamu/tapi tanyakan apa yang telah kau berikan kepada bangsamu..."

Tak puas menyemangati diri dengan yel-yel dari Akmil, kami menyemangati diri dengan menyanyikan theme song Pencerah Nusantara.

"Bersatulah semua, Pencerah Nusantara/ Satukan kekuatan untuk impian bersama/ Bergerak lebih cepat, Pencerah Nusantara/ Perubahan untuk Semua..."

"Cepat-cepat, Pencerah Nusantara/ Lebih cepat tuk impian bersama/ Cepat-cepat, ayo para juara/ Lebih mudah jika kita bersama..."

Dan tak terasa, kamipun tiba di SD Sedaeng 2. Kami diterima oleh Pak Miseri, S.Pd., Kepala SD Sedaeng 2, dan diperkenalkan ke semua guru yang ada. Pak Miseri sedikit bercerita tentang karirnya sebagai kepala sekolah. Saat ini beliau diberi tanggung jawab untuk memimpin 2 SD. Berat? Pasti, karena rumah beliau ada di daerah Pasuruan dan beliau harus membagi waktu untuk 2 SD. Sebelum di Sedaeng 2, beliau ditempatkan untuk memimpin salah satu SD daerah terpencil lainnya di Kec. Tosari. Tapi yang mengagumkan adalah, beliau tidak pernah mengeluh. Dengan canda saya bilang, "Wah, sepertinya bapak jadi spesialis ditempatkan di daerah yang jauh-jauh ya?" Jawab beliau dengan santai tapi pasti, "Yang penting itu seneng. Ikhlas dan tidak mengeluh." Itu baru pahlawan!!
Selain Pak Miseri, ada juga guru kelas 1 yang bersama dengan kami di kantor. "Jumlah siswa kelas 1 ada berapa, Ibu?" tanya kami. "Sebenarnya ada 3, Kak, tapi yang 1 sudah lama sekali tidak masuk sekolah lagi, jadi sekarang saya ngajar 2 siswa," jawab beliau dengan kalem.
Glek. Dua siswa saja. Sudah.
Tapi yang luar biasa adalah, demi mengajar dua siswanya, guru ini rela meninggalkan rumahnya di Pasuruan dan memilih untuk kos di dekat sekolah. Saya pikir, inilah mutiara-mutiara Indonesia. Para pahlawan tanpa tanda jasa yang rela mengabdi. Bukan sehari-dua hari mereka menempuh Pasuruan-Sedaeng 2 tapi setiap hari, dari Senin sampai Sabtu, demi mengajar siswa-siswa harapan mereka. Sungguh, saya belajar tentang makna pengabdian dari cerita para guru di sekolah ini. So proud of them!

Bagaimana dengan siswanya?
Saya akan lanjutkan cerita saya.
Jadilah ke-27 siswa tersebut dikumpulkan dalam 1 kelas. Bahkan satu kelas juga masih terlalu besar untuk mereka semua.
Beginilah kira-kira suasana di kelas dengan 27 siswa


Kami masuk kelas dan memperkenalkan diri. Setelah perkenalan, kami mengajarkan “Tepuk Anak Sehat” yang terinspirasi juga dari yel-yel selama pelatihan di Akmil.

“Siapa yang anak sehat tepuk tangan... Siapa yang anak sehat tepuk bahu... Siapa yang anak sehat dan memanglah begitu, siapa yang anak sehat tepuk paha... Siapa yang anak sehat injak bumi... Siapa yang anak sehat petik jari... Siapa yang anak sehat dan memanglah begitu, siapa yang anak semuanya...”

Dengan penuh semangat anak-anak itu menyanyikan Tepuk Anak Sehat. Lalu, kami memberikan penjelasan mengenai cara menjadi anak sehat, penyuluhan PHBSpun diberikan. Selain PHBS, anak-anak juga dijelaskan mengenai pemberian obat cacing dan imunisasi. Hal ini untuk mengurangi rasa takut anak-anak terhadap imunisasi. Penjelasan ditutup dengan Senam Trekjing andalan kami (:
Kakak Kinan menjelaskan Langkah-Langkah Menjadi Anak Sehat (:

Selanjutnya, anak-anak kami bagi 2, kelas 1 skrining baru imunisasi dan diberikan obat cacing, kelas 2-3 imunisasi dulu baru diberikan obat cacing, kelas 4-6 cek garam baru imunisasi.
Perawat Syamikar bekerja sama dengan sangat baik dengan jurim Puskesmas. Suasana riang dan menyenangkan dibangun oleh perawat kami. Dengan memotivasi siswa-siswa, perawat kami memberikan instruksi untuk para siswa mengangkat tangan kiri dan menggulung lengan baju mereka. Dan.....mereka menurut! Lanjut berbaris bersedia disuntik tanpa perlawanan, apalagi tangisan. Luar biasaaaa !!!  Dari kelas 1-6, semua dengan berani menghadapi jarum suntik.

Juru Imunisasi Puskes dan Perlengkapannya (:

Kak Syam, Perawat Pencerah Nusantara, Siap Membantu Jurim Puskes
“Sakit ndak?” tanya saya.
“Tidak,” jawab mereka sambil tersenyum malu-malu.
Dengan bangga saya mengacungkan dua jempol saya untuk mereka. Mereka adalah sekolah pertama dari 5 SD yang sudah kami kunjungi yang siswanya tidak ada yang menangis saat diimunisasi. 
Para Srikandi Kecil Pemberani Setelah Menghadapi Jarum Suntik dengan Senyuman Mereka (:

Tenang  Menghadapi Imunisasi

Senyumku Mengalahkan Ketakutanku

Jagoan Kecil yang Siap Jadi Anak Sehat
Sayangnya, masih banyak siswa yang kami temukan membawa garam yang tidak beryodium. Kebanyakan dari  para siswa ini membawa garam krosok atau garam balok yang biasanya memang kurang atau tidak mengandung yodium. Mengingat pentingnya yodium bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak, kamipun memberikan penjelasan mengenai pentingnya garam beryodium. Kami memotivasi para siswa kelas 4-6 untuk membujuk ibu mereka supaya mengganti garam yang digunakan dengan garam beryodium.

Akhirnya, kegiatanpun selesai dan kami kembali ke kantor guru. Para guru keheranan karena tidak ada siswanya yang menangis. “Padahal biasanya sampai ada yang nangis dan lari-lari kabur lho, Kak,” ujar salah satu guru sambil melirik jurim Puskesmas. Ya, kami hanya mencoba memberi suasana baru ketika imunisasi. Kami sudah cukup senang di 4 SD yang lain jumlah siswa yang menangis sudah berkurang. Tapi kami lebih senang lagi ketika kami menemukan 27 anak-anak pemberani di SD ini. 27 pemberani hasil didikan para pahlawan tanpa tanda jasa. 27 pemberani yang kami coba ubah paradigmanya mengenai imunisasi.  Ucapan terima kasih dari para pahlawan tanpa tanda jasa di SD ini semakin menambah semangat kami. Tidak menyerah dengan medan yang sulit. Tidak patah arang menghadapi ketakutan anak-anak. Tidak berhenti untuk terus menyemangati para tenaga kesehatan Puskesmas dalam mengerjakan tugasnya.
Hari ini saya belajar, 27 anak-anak pemberani ini juga adalah mutiara Indonesia, juara yang harus dijaga kesehatannya sehingga mereka bisa bersinar suatu saat nanti saat ditemukan. Jarak yang jauh dan medan yang sulit seharusnya tidak menghalangi kesempatan mereka untuk memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan yang baik bukan? 

Salam Sehat dari Para Pencerah Nusantara Tosari (:

Kinanthi Estu Linadi, S.KM