Tidak terasa, 6 minggu waktu pelatihan Pencerah Nusantara
sudah selesai. Tibalah waktunya bagi kami, 34 anggota Pencerah Nusantara angkatan
2, berangkat ke penempatan masing-masing. Saya sendiri, bersama geng Tosari,
melangkahkan kaki kami menuju pesawat yang akan membawa kami ke Surabaya. Saya
dan Ncan sebagai pemerhati kesehatan, Kak Maria sebagai dokter sekaligus ketua
tim, Intan sebagai bidan, dan Syam sebagai perawat, kami berangkat bukan karena
kami mampu melakukan banyak perubahan tapi kami mau berusaha melakukan hal-hal
sederhana untuk kesehatan masyarakat Tosari satu tahun ke depan. Puskesmas
Kecamatan Tosari, bukan sebuah tempat favorit bagi para tenaga kesehatan.
Letaknya yang jauh di lembah Gunung Bromo, udara yang dingin menusuk kulit, kondisi
medan yang sulit dijangkau aksesnya, menjadi alasan mengapa para tenaga
kesehatannya enggan bertugas di puskesmas ini dalam jangka waktu lama. Namun,
di sinilah kami akan belajar mengabdi.
⁰C. Kontan saja hal itu membuat kami cengar-cengir. Dan memang benar, pertama kali kami menyentuh air di Tosari, brrr... rasanya seperti menyentuh air es. Maka jadilah kami hanya berani mandi sekali sehari dan mencuci baju sekali seminggu di hari-hari pertama. Namun, kehangatan sambutan masyarakat Tosari berhasil menjadi penangkal dinginnya udara yang kami rasakan. Begitu banyak nilai budaya setempat. Kerukunan umat beragama terpadu harmonis di atas nama kebudayaan bersama. Umat Hindu, Muslim, Nasrani, saling menghargai satu sama lain, bergotong royong membantu hajatan tetangga, terdefinisikan dengan betek atau biasa saya kenal dengan istilah rewang.
Di sini kami menemukan keluarga baru, Pak Made dan Bu Kadek,
sepasang suami-istri dari Bali yang bersedia menerima dan memperlakukan kami
seperti anak mereka sendiri. Di sini juga kami bertemu dengan para guru yang
berdedikasi tinggi. Menempuh perjalanan pulang-pergi sejauh kira-kira 42 km
demi mendidik siswa-siswa mereka, yang saya sebut sebagai ‘Anak-anak negeri di
atas awan’ karena letak sekolah mereka yang nampak seperti di atas awan (ya
karena memang ada di puncak perbukitan). Dari Pasuruan mereka rela mendaki
lembah Bromo, melewati jalan tidak beraspal, berdebu, berkelok-kelok, ‘hanya’
untuk mengajar anak-anak di desa-desa di Tosari. Bukan hanya mengajarkan ilmu
pengetahuan tapi juga mengajarkan pada siswanya untuk bermimpi dan meraih mimpi
itu. Bahkan ada seorang guru sekaligus kepala sekolah sebuah SD Negeri di salah
satu desa paling ujung Kecamatan Tosari, beliau sudah S2, dan masih setia
mengabdi di sana. Terus maju walaupun SD itu hanya punya 21 siswa (ya, 21 siswa
saja...dari kelas 1 sampai kelas 6, hanya 21 siswa), walaupun gedung SD itu
bisa saja dirobohkan dan semua gurunya dimutasi karena SD itu terancam tidak
punya pendaftar siswa baru di tahun ajaran yang akan datang, walaupun tunjangan
yang diterima tidak seberapa dibandingkan dengan perjuangan beliau menuju ke
sana. Pun di sini kami bertemu dengan orang-orang yang kesulitan dalam
memperjuangkan kesehatannya tapi bisa tetap semangat. Salah satunya adalah
seorang pasien anak yang saya temui beberapa hari yang lalu. Anak ini berusia
sekitar 10-12 tahun (karena dia tidak ingat tanggal lahirnya), kakinya lumpuh
dengan diagnosa yang belum jelas. Kakaknya menceritakan bahwa adiknya ini
pernah jatuh dari tangga saat umur 4 tahun, lalu beberapa hari kemudian, dia
tidak bisa berjalan. Keluarganya mengaku pernah memeriksakan anak ini bahkan
mengusahakan fisioterapi. Namun, keterbatasan dana membuat anak ini berhenti
melakukan fisioterapi dan akhirnya sekarang, dia hanya duduk dan tidur di atas
kasur lantai, menghabiskan hari-harinya dengan menonton televisi. Bagaimana
dengan kecerdasannya? Oh... jangan ditanya. Anak ini cerdas sekali untuk ukuran
anak yang tidak pernah diajari membaca dan menulis oleh orangtuanya. Anak ini
berkomunikasi sangat baik dengan saya dan teman-teman. Jawaban-jawaban
cerdasnya membuat kami terkagum-kagum. “Saya mau menjadi pilot,” jawabnya
ketika kami menanyakan cita-citanya. Menjadi lucu karena ternyata dia belum
pernah melihat pesawat terbang. Ah... saya masih berharap anak ini punya
kesempatan untuk mendapatkan bantuan dana demi kelanjutan fisioterapinya. Saya
masih berharap ada kesempatan yang diberikan Tuhan untuk anak ini sehingga
keadaannya bisa jadi jauh lebih baik. Tangannya berfungsi normal, bahkan punya
kekuatan yang luar biasa untuk menarik tangan dokter kami. Dia pernah mencoba
berdiri, cukup kuat walaupun masih perlu ditopang kiri dan kanannya. Semoga
Tuhan mendengar doa kami, semoga Tuhan bermurah hati memberikan pertolongan
bagi anak ini, semoga....
Maka begitulah sedikit cerita di minggu pertama. Alam Tosari
yang indah, kehangatan masyarakat di sini, kekentalan adat dan budaya, serta
hal-hal unik yang mendatangkan pembelajaran positif. Saya sungguh berharap,
kami bisa berjuang. Tosari terlalu indah untuk tidak diminati. Tosari terlalu
berharga untuk tidak dilayani. Doa saya, kehadiran kami menambah warna indah di
sini. Amin.
Salam sehat,
Kinanthi Estu Linadi, S.KM
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTerima kasih kepada Team Pencerah Nusantara II yang telah berkunjung di SDN kandangan II Tosari, dengan jalan kaki karena kondisi jalan yang sulit....dengan semangat Dr. Maria dan Team memberi motifasi kepada siswa untuk hidup sehat dan sekaligus mengadakan kegiatan Imunisasi. Kebetulan waktu senam kerekam Tablet saya, karena bagus saya upload di you tube.https://www.youtube.com/watch?v=lOBVUNN0dRs
Delete