Saya lagi hobi nulis tentang tekanan darah tinggi alias hipertensi. Tapi sekarang bukan sembarangan hipertensi karena kenyataannya cukup membuat mulut saya terbuka. Panggil saya Mbah Tum, wanita yang sudah berusia 70 tahunan tersebut tidak pernah diperiksa tekanan darahnya sebelumnya namun ketika kami mendata rumahnya maka mau tidak mau seluruh hal terkait kesehatannya harus diperiksa. Dan ternyata tekanan darahnya mencapai titik 290/120 mmHg dimana nyaris dua kali lipat dari angka normal di 120/80 mmHg. Dan herannya lagi, si Mbah Tum tidak mengeluh nyeri kepala atau apapun di tubuhnya. Malah, si Mbah Tum masih dapat bekerja di ladangnya untuk bertanam kentang dan mengobrol layaknya orang normal.
Fenomena Mbah Tum ini ternyata makin hari makin banyak saya temui. Setelah mengabdikan diri sebagai Pencerah Nusantara di kaki gunung Bromo selama 5 bulan, hasil pendataan tim kami menunjukkan makin banyak warga ketahuan mempunyai hipertensi.
Kok Bisa Hipertensi di Gunung?
Nah itu adalah pertanyaan awal saya setelah menemukan fenomena bahwa hipertensi bukan hanya milik orag tua di atas usia 60 tahun namun kisaran 40-50 tahun sudah banyak di dapatkan hipertensi pula. Awalnya saya berpikir di pegunungan sedingin ini tentunya penduduk yang notabene berprofesi sebagai petani ini mempunyai gaya hidup yang lebih banyak aktivitas. Tentu saja hal itu tidak mendukung ke arah meningkatknya hipertensi namun ternyata saya salah.
Gaya hidup dan pola konsumsi makanan tinggi lemak baik daging maupun goreng-gorengan yang dibarengi dengan kebiasaan minum kopi juga merokok ternyata menjadi salah satu faktor pemicu. Pola makan tinggi bahan pengawet dan pengasin seperti ikan asin, bumbu siap saji, bumbu dapur dan berbagai makanan lainnya ternyata ikut menambah deret angka kesakitan hipertensi. Nah bedanya, penduduk perkotaan aktivitas tubuhnya tidak seperti petani di Bromo sehingga sebelum mengalami hipertensi akan dirasakan keluhan seperti pusing, pandangan mata kabur, atau rasa mual. Sementara itu, penduduk di daerah pegunungan ini sudah beradaptasi dalam waktu lama melalui aktivitas fisik bertani sehingga terkadang tidak dijumpai keluhan fisik seperti di atas.
Tetap Waspada Stroke
Nah, tidak adanya keluhan fisik bukan berarti tanpa masalah karena kenyataannya setiap bulan selalu saja ada pasien stroke yang saya tangani. Semuanya berawal dari hipertensi yang tidak ketahuan dan tidak diobati. Mengapa tidak ketauan? karena tidak ada keluhan fisik dan kalaupun muncul keluhan fisik biasanya dianggap sebagai sekadar kelelahan bertani. Justru hal tersebut yang lebih bahaya dan mengancam nyawa karena sewaktu-waktu hipertensi dapat berujung pada stroke.
Waspada akan gejala stroke juga penting terkait pertolongan pertama. Jangan sampai sudah jatuh di kesadaran yang menurun dan baru dibawa ke puskesmas tempat saya bekerja. Bagi awam, berikut ciri-ciri yang mengarah pada terjadinya stroke.
-Mempunyai riwayat tekanan darah tinggi
-Merasakan kelumpuhan pada bagian satu sisi badan. Misalnya kelumpuhan dapat dimulai dari tangan kanan dan menjalar hingga kaki kanan. Kelumpuhan ini beraneka ragam bentuknya mulai dari tidak dapat menggerakkan tangan hingga hilangnya area perasa di kulit.
-Kelumpuhan jika terjadi di area wajah maka dapat terlihat bibir perot baik ke kanan maupun ke kiri dan lidah tidak dapat terjulur sempurna tepat di tengah. Waspada untuk keluhan ini jika menyerang otot area bicara maka pasien dapat mendadak pelo alias cedal dan sulit mengucapkan kalimat dengan banyak huruf "R". Terkait kejadian ini pernah pasien saya segera dibawa ke rumah sakit hanya karena anaknya sadar cara bicara orang tuanya di telepon mendadak menjadi cadel. Beruntung segera dibawa sehingga dapat menimimalisir efek strokenya.
-Muntah yang menyemprot mendadak tanpa adanya keluhan sebelumnya.
-Segera bawa ke rumah sakit jika terjadi penurunan kesadaran seperti orang tidur yang mengorok.
Hal sederhana di atas itulah yang giat diedukasikan ke banyak penduduk supaya lebih baik memeriksakan tekanan darah dan ketahuan penyakitnya lalu diobati daripada datang sudah dalam kondisi stroke. Ternyata permasalahan ini menarik perhatian Valdya Baraputri dari tim 360 Metro TV. Selama tiga hari kami berdiskusi banyak terkait hipertensi ini dan juga bertemu beberapa pasien stroke. Memasuki rumah pasien stroke yang hanya terbaring di atas tempat tidur mengingatkan saya akan beberapa pasien stroke yang pernah saya temui di lereng Bromo. Beberapa masih berada dalam kondisi kelumpuhan yang mana tidak lagi dilakukan terapi dan kelumpuhan menjadi menetap.
Dukungan Keluarga
Bagaimanapun kunci utama pemulihan pasien stroke baik ringan maupun berat adalah dukungan keluarga yang tiada pernah putus. Aktivitas sederhana seperti berlatih menggerakkan anggota badan yang lumpuh dapat meringankan efek dari stroke dan tentu saja peran keluarga untuk membantu pemulihan sangat penting. Tidak perlu memaksakan diri dengan latihan beban yang berat karena khusus pemulihan paska stroke biasanya pasien dan keluarganya akan diajarkan beberapa gerakan dasar.
Dan berikut siaran 360 Metro TV terkait kesehatan di Desa Tosari tempat saya bertugas. Klik yang gambar kedua ya http://www.metrotvnews.com/videoprogram/detail/2013/03/23/16671/821/Edisi-Kamis-21-Maret-2013/3_60/16671_2?fb_action_ids=10200096174101273&fb_action_types=og.likes&fb_source=aggregation&fb_aggregation_id=288381481237582
Foto-foto menyusul ya
Salam Pencerah
No comments:
Post a Comment