Followers

Thursday, January 17, 2013

Gita: Mimpi Menjadi Perawat melawan Stroke



1356871732206045728
Ilustrasi/ Admin (shutterstock)

Satu bulan pertama bertugas sebagai Pencerah Nusantara di Desa Tosari, lereng Bromo membuat mulut saya sering terbuka karena terkejut. Bagaimana tidak, dalam sebulan awal ini kasus yang saya obati di Puskesmas Tosari sudah seperti kasus di rumah sakit besar. Penyakit yang dulu tidak pernah ada di lingkungan pedesaan sekarang sudah mulai marak. Gaya hidup tidak sehat ternyata bukan saja milik orang di kawasan perkotaan namun menyebar merata di pedesaan bahkan di kawasan pegunungan dengan udara yang masih segar.
Sore itu, lagi-lagi menjelang magrib, dimana setiap pasien gawat darurat selalu saja hobi datang di waktu tanggung ini. Saya dipanggil oleh pemuda yang tergopoh-gopoh mengatakan ada orang pingsan. Segera saya tanyakan yang pingsan siapa, karena usia akan menentukan penyakit gawat apa yang menyerang. Ibu paruh baya 39 tahun ternyata yang pingsan karena pusing. Segera saya mengambil peralatan "tempur" dokter dan dalam kepala sudah terbayang dua penyakit yang dapat menyebabkan pingsan lantaran pusing: Stroke dan Serangan Jantung. 
Tidak butuh waktu lama menembus dinginnya Tosari dan saya sudah berada di depan Ibu Melati (sebut saja begitu). Suara mengorok dan ketidaksadaran dengan tekanan darah yang sangat tinggi membuat saya segera meminta keluarga membawanya ke puskesmas. Maklumlah, masyarakat pedesaan hanya membawa keluarga ke puskesmas ketika sudah sangat parah kondisinya. Sementara ini, mereka lebih senang memanggil tenaga kesehatan untuk kunjungan rumah. Kebiasaan yang sulit diubah sebenarnya, namun perlahan saya ingin nantinya puskesmas lebih dimanfaatkan. 
Waspada Tekanan Darah Tinggi
Ibu Melati segera dilarikan ke IGD puskesmas dan dengan segera saya pasang peralatan pertolongan pertama. Nadinya masih teraba kencang walau tekanan darahnya sangat mengkhawatirkan 250/120. Ternyata Ibu Melati memang punya riwayat tekanan darah tinggi dan sudah biasa jika di titik 200-an, sudah tidak mengeluh pusing atau nyeri otot lagi. Wow…tentunya itu bukan pertanda baik. Orang normal akan merasakan sakit kepala atau rasa berat di tengkuk belakang kepala yang menjalar ke bahu jika tekanan darahnya di atas 140/90. Dan itu artinya respon tubuh masih bagus karena masih memberi tanda berupa "keluhan-keluhan" sehingga orang akan memeriksakan dirinya ke tenaga kesehatan.
Kenaikan tekanan darah memang tidak mendadak namun perlahan-lahan dimana jika terlena, maka tubuh dipaksa adaptasi dimana salah satu cirinya adalah sudah tidak ada lagi tanda-tanda seperti di atas. Tubuh sudah tidak tahu lagi tekanan darah seberapa yang harus dikode sebagai pusing. Sama seperti Ibu Melati yang sudah terbiasa denga tekanan darah 200 maka kesehariannya pun tidak merasa pusing dan itu menjadi salah satu alasan enggan kontrol rutin dan minum obat. 
Setelah terpasang peralatan lengkap maka segera saya mempersiapkan rujukan karena keterbatasan alat dan obat di puskesmas. Saya ikut mengantar beserta keluarga dengan jarak rujuk dua jam yang hanya ditempuh sejam saya lantaran supir ambulance saya super ngebut. Syukurlah saya berhasil tidak muntah sementara seluruh keluarga pengantar muntah-muntah. Namun sayang, ternyata Tuhan berkehendak lain, nyawa Ibu Melati tidak dapat bertahan lama sesampainya di rumah sakit rujukan. Tekanan darah yang sangat tinggi tidak hanya menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak namun mengganggu kerja jantung sehingga serangan jantung dapat pula terjadi bersamaan. 
Tekanan Darah Tinggi dapat Dicegah juga Diobati
Mengobati tekanan darah tinggi sebenarnya hal yang mudah asalkan ketahuan! Kasus yang terjadi lebih banyak pasien yang tidak pernah mengetahui tekanan darahnya tinggi sehingga serangan jantung dan stroke bukan hal mewah lagi sekarang. Mengetahui darah tinggi tentunya mudah, hanya dengan datang ke tenaga kesehatan dan diperiksa. Bahkan tidak perlu menunggu pusing, untuk orang tua usia 40-50an wajib memeriksakan tekanan darahnya minimal sekali dalam sebulan. Jika ternyata normal maka boleh dua bulan sekali memeriksakan tekanan darah. Namun jika di atas 140/90 maka masih perlu rutin sebulan sekali memeriksakan tekanan darah agar dapat terhindar dari penyakit-penyakit yang dengan cepat merenggut nyawa. 
Adapun bagi yang muda, tidak ada halangan untuk malas memeriksakan diri ke tenaga kesehatan. Bagaimanapun tekanan darah tinggi sekarang sudah mulai lazim ditemukan pada usia 20-30an karena gaya hidup. Adapun gaya hidup yang dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah ini antara lain kebiasaan makan makanan cepat saji dengan kadar garam dan kolesterol tinggi, tingkat stress pekerjaan dan juga hubungan sosial, dan kurangnya aktivitas tubuh karena terlalu banyak duduk di depan komputer. 
Oleh karenanya, mendapatkan tekanan darah normal sangat penting. Darah berperan penting dalam mengantarkan semua nutrisi tubuh sehingga jika tekanan darah meningkat artinya kerja jantung akan meningkat pula dan zat-zat racun yang harusnya dapat diangkut oleh darah lalu dibuang di ginjal dapat terhambat dengan tetap menempel di pembuluh darah. Hal inilah yang menyebabkan tekanan darah nantinya dapat berpengaruh turut mempercepat terjadinya penumpukan kolesterol, peningkatan gula darah, peningkatan asam urat, juga berbagai penyakit lainnya.
Tinggalkan Gita, Si Gadis dengan Mimpi Menjadi Perawat
Kabar kematian Ibu Melati jelas membuat gadis di samping saya menangis kencang. Gita namanya, anak kedua yang masih duduk di kelas dua SMA. Penyesalan datang bertubi-tubi, rasa tidak siap kehilangan sosok ibu yang sore harinya masih berbincang riang. Gita memang selamat tidak mengalami stroke seperti ibunya namun dalam sekejap dia menjadi spesial di mata saya. Gita adalah sosok remaja pertama yang saya temui dengan cita-cita sangat mulia. Sebulan terakhir ini saya beserta tim Pencerah Nusantara telah mengunjungi seluruh SD-SMP-juga SMA dan jujur cita-cita terbanyak mereka adalah menjadi guru atau polisi. Dua sosok yang sudah ada teladannya di desa mereka. 
Gita menjadi pendobrak karena cita-citanya adalah perawat. Untuk seorang gadis yang tinggal di SMA terpencil, di desa tersembunyi, bahkan di pegunungan yang tidak dikenal modernisasi, cita-cita menjadi perawat membuat saya tersenyum. Sepanjang perjalanan pulang membawa jenazah ibunya, saya mengajaknya duduk di bangku depan dan mendengar segala kisahnya. 
"Ibu memang biasa tensi tinggi dok. Tidak pernah mengeluh pusing tapi tadi sore pusing sampai pingsan. Saya gak pengin ibu pergi dok"
"Besok kalau lulus SMA, penginnya jadi apa dek?"
"Perawat dok"
"Wah bagus. Artinya walau sekarang dek Gita belum bisa bikin ibu selamat, besok-besok dengan jadi perawat dek Gita bisa bantu supaya tidak ada lagi yang seperti ibu sakitnya"
"Iya dok"
"Udah punya pacar belom?"
"Udah dok tapi ibu gak setuju. Saya pengin belajar dulu biar jadi perawat"
"Bagus dek….sekarang kamu harus bikin ibu bangga. Nanti kalau kamu sudah jadi perawat, kamu bisa dengan bangga berkunjung ke makam ibu dan bilang -Saya Sudah Jadi Perawat Bu-"
Dan perjalanan pulang itu menjadi kisah tersendiri bagi saya. Hingga akhirnya dek Gita tertidur karena lelah menangis dan berbagi cita-citanya. Dan mimpi dek Gita sekarang menjadi mimpi kami para Pencerah Nusantara. Bukan hal mudah bagi anak di pedesaan mempunyai mimpi tinggi namun tentu saja itu bukan hal yang tidak mungkin. Kisah perawat Naela bersama Ningrum yang berlatar belakang perawat dari desa terpencil di Kebumen ternyata mampu menembus UI. Dengan berbagai rencana terancang rapi juga motivasi tinggi tiada henti, kami siap mengantarkan dek Gita menembus UNAIR atau UNIBRAW. Hikmah terbesar dari serangan jantung bercampur stroke ini adalah munculnya motivasi belajar super tinggi. 
Dan baru sehari yang lalu, dek Gita mendadak mengejutkan saya dengan hadir di rumah dinas sederhana saya. Semangat belajar itu makin tinggi terpancar dari wajahnya dan kami tahu, mimpi anak Ibu Melati itu harus kami wujudkan. Menjadi Perawat pertama yang berasal dari Desa Tosari dan nantinya kembali mengabdi untuk Tosari.
Dr. Hafiidhaturrahmah

No comments:

Post a Comment