Followers

Monday, December 3, 2012

Satu Bulan Sudah

Tim Pencerah Nusantara bersama Bupati Pasuruan dan jajarannnya

Suasana upacara hari sumpah pemuda di kantor bupati
Jelang satu bulan di wilayah penempatan, seluruh tim Pencerah Nusantara sudah disibukkan dengan kegiatan need assessment wilayah kerja masing- masing. Media percakapan telewicara whatsapp dan blackberry group yang dulu ramai dengan posting foto dan tanya jawab gak penting mulai jarang muncul. Sesekali akan ramai sekali ketika tukar pikiran metode assessment atau saran untuk pasien dengan kasus unik dimulai. Semua ingin menolong dan memberi masukan. 

Riuh tawa ala training 7 minggu perlahan menjadi lebih serius. Beberapa tim malah harus mengisolasi diri karena terbatasnya sinyal jaringan selular, apalagi mengharap internet. Tim lain yang tak punya kendala jaringan, masih berusaha menyesuaikan diri dengan suhu daerah yang terlalu panas atau terlalu dingin. Tiap orang punya masalah adaptasinya masing- masing, tapi semuanya menepis banyak perubahan dalam hidupnya dan berusaha menjalani satu demi satu tugas, amanah sebagai Pencerah Nusantara.

Tim Tosari sendiri belum terlalu bersahabat dengan dinginnya dataran tinggi Tengger yang menusuk tulang. Sejenak bayangan keberangkatan satu bulan yang lalu kembali mampir di benak. Mengingat bagaimana kami, tim Tosari terdampar di sini.

Satu bulan yang lalu.

Tim Tosari tiba di Bandara Internasional Juanda Surabaya pada pukul 11.30 Wib. Perjalanan udara selama 1,5 jam dengan menumpang pesawat Lion JT 0574 seat 27 A-E untuk 5 orang cukup menjadi waktu tidur yang nyenyak bagi kami semua ; Emak Avis, Fai, Fe, Nene dan Oliv. Perpisahan bersama tim lainnya di Bandara Internasional Soekarno Hatta Jakarta masih cukup menyisakan kesedihan dalam haru. Lantunan lagu kebangsaan Indonesia Jaya dan Merah Putih masih terngiang di telinga. Tepuk semangat Haji Imron untuk Pasuruan membekas jelas dalam ingatan.

Tapi kali ini hanya ada 5 orang, yang kesemuanya wanita. Semua saling bertatapan dan memandangi wajah dan punggung satu dan yang lainnya. Tersirat kelelahan, rasa bingung, antusiasme, dan semangat bercampur cemas. Tak ada jerit riang 27 orang lainnya. Kini kami sudah sah menyandarkan hidup satu sama lain, hanya pada 5 orang ini. Dengan segala kekurangan dan kelebihannya, kami mencoba melangkah mantap menjejakkan kaki di Jawa Timur, siap menuju Pasuruan.

Setelah membersihkan diri dan mengambil bagasi, kami mendapatkan telepon jemputan dari pihak dinas kesehatan yang diwakili oleh ka. PSDM bu Diah. Dinas Kesehatan menjemput dengan 1 mobil penumpang dan 1 mobil untuk barang. Bu Diah yang menyetir dengan mobil terpisah mengajak kami makan siang di Ikan Bakar Cianjur (IBC) dekat Bandara. Mobil untuk tim Tosari disetir oleh Mas Slamet dari Dinas Kesehatan. Selama makan siang kami berbicara santai mengenai program yang sudah dijalankan dinas kesehatan dan pengalaman Bu Diah sendiri yang sudah belasan tahun menekuni kegiatan promosi kesehatan. Tak salah kami bertemu Bu Diah, pengalamannya di Papua menjadi pemantik semangat tersendiri bagi wanita- wanita muda seperti kami untuk berkarya dan mengabdikan diri pada masyarakat sebelum nantinya menyumbang banyak waktu hidup kami bagi ikatan keluarga.

Selesai menyantap makan siang ikan gurame bakar dan cingur khas Surabaya, kami bersiap menuju penginapan yang sudah dipersiapkan di Bangil, sebuah kecamatan di Pasuruan.

Di perjalanan kami melewati jalan tol lumpur Sidoardjo, yang kemudian membuat kami penasaran untuk turun dan melihat bencana buatan manusia yang kasusnya tak kunjung selesai sejak tahun 2006 itu. Pemandangan menyedihkan ini membuat kami semua terdiam, namun tak banyak yang bisa dilakukan selain mengirim Al Fatihah berharap semoga penderitaan masyarakat penyintas (survivor) segera berakhir.
Kami melanjutkan perjalanan menuju tempat penginapan yang lokasinya memang sangat berdekatan dengan Dinas Kesehatan Pasuruan. Setelah memindahkan barang ke kamar dan beristirahat sejenak, kami mendapat kunjungan sambutan dari Ibu Loembini yang merupakan kepala Dinas Kesehatan Pasuruan. Bu Loembini datang bersama Pak Agus yang merupakan bagian program, yang juga membawakan kami kue dan snack khas Pasuruan sebagai buah tangan selamat datang. Dalam suasana santai di lobi lantai.2 penginapan, Bu Loembini dan Pak Agus menjelaskan beberapa hal terkait kegiatan orientasi yang akan kami jalani selama beberapa hari ke depan bersama Dinas Kesehatan.

Maka hari pertama tim Tosari di Pasuruan diakhiri dengan istirahat panjang sampai malam. Tak hanya fisik bugar yang ingin didapatkan, tapi juga kesiapan untuk bertemu dengan Bupati Pasuruan dan seluruh jajarannya esok hari.

Keesokan harinya, kami bangun pagi pukul 5 pagi dan itu ternyata sudah kesiangan di Pasuruan. Kami bangkit dari tempat tidur dan kaget melihat berkas cahaya menembus gorden jendela layaknya sinar matahari jam 8 pagi. Kami segera shalat shubuh, mandi dan berpakaian untuk menunggu jemputan yang akan tiba pukul 6.30 Wib. Kami akan dijemput untuk mengikuti Upacara Sumpah Pemuda di Kantor Bupati Pasuruan. Setelah sarapan dan menunggu beberapa saat, sekitar pukul 7 kami dijemput oleh bu Loembini dan Pak Sutoro.

Tiba pukul 07.30, kami dipersilakan menduduki kursi barisan pertama di bawah tenda undangan. Kami agak kaget menerima sambutan yang sangat terhormat ini, karena sebagai sekelompok anak muda yang baru tamat kuliah rasanya agak segan untuk duduk sejajar dengan jenderal- jenderal, dan bahkan di depan kepala SKPD Pasuruan. Tapi kekakuan ini coba kami atasi dengan bersikap wajar dan tenang. Upacara Sumpah Pemuda berlangsung pukul 08.00- 08.30 dengan khidmat. Rupanya di ujung acara kami mendapat kesempatan untuk dipanggilkan namanya di hadapan ratusan peserta upacara. Nama kami dipanggil satu persatu sebagai Utusan Khusus Presiden Urusan MDGs yang akan membantu optimalisasi pelayanan kesehatan primer di Kecamatan Tosari, Pasuruan. Kemudian kami bersalaman dengan bapak dan ibu jajaran pemerintah daerah setempat. Mendapatkan banyak jabatan dan ucapan selamat hanya dapat kami balas dengan senyuman dan wajah antusias, mengingatkan diri untuk dapat menjawab harapan mereka atas kami pada optimalisasi kesehatan di Pasuruan, terutama Tosari.

Selanjutnya pertemuan yang ditunggu- tunggu tiba. Kami dipersilahkan menuju ruangan Bupati. Di sana sudah hadir Bupati Pasuruan Pak Dade Angga, Sekretaris Daerah Pak Agus, Asisten 1 Pak Ariya, Kepala RSPAD Pak Agung, Camat Tosari Pak Sudiro serta jajaran pemerintahan lainnya. Semuanya duduk mengelilingi meja oval ruangan tersebut dan menatap kami yang baru mengambil tempat. Pemandangan paling kentara tampak dari kesetaraan gender dalam ruangan itu, dimana kami semua adalah perempuan dan seluruh pejabat ini adalah laki- laki. Tapi kami bersama bu Loembini yang kemudian membuka pertemuan informal ini. Selama pertemuan kami berkesempatan memperkenalkan diri kami sendiri serta apa yang kira- kira akan kami lakukan selama setahun ke depan dalam gerakan Pencerah Nusantara ini. Penjelasan kami yang cukup singkat mendapat balasan sambutan yang baik berupa pertanyaan, masukan dan dukungan. Pak Dade menitipkan kami pada Pak Sudiro selaku camat Tosari untuk memastikan kami punya tempat berteduh dan makan setiap harinya. Pertemuan santai ini diakhiri dengan foto bersama dan jabat tangan selamat bertugas.

Berikutnya kami mendapat kesempatan berbicara secara khusus dengan Camat Tosari Pak Sudiro mengenai kondisi geografis dan masyarakat Tosari. Paparan mengenai semangat gotong royong, keanekaragaman dan toleransi agama yang sangat tinggi pada masyarakat suku Tengger Tosari menjadi pembuka pertemuan kami. Berbagai acara adat yang sudah menjadi bagian hidup masyarakat Tosari menjadi kisah menarik lainnya yang membuat kami antusias.

Perbincangan menjadi agak mencemaskan ketika beralih pada masalah sosial kasus bunuh diri. Pada pertemuan dengan pemerintah daerah Pasuruan di Jakarta, kami sempat mendengar cerita bunuh diri warga desa pada masa camat sebelumnya, Pak Saifuddin, bahwa ada 5 orang yang bunuh diri selama 2 tahun masa jabatannya, turun dalam angka yang sedikit membaik untuk 2 orang selama 2 tahun selama masa jabatan yang sudah dijalani Pak Sudiro. Fai yang merupakan sarjana psikologi mulai mengerutkan kening berharap tak ada kasus bunuh diri selama masa penugasan mereka. Kalaupun berpotensi, tentu harus ada upaya pencegahan.

Kemudian kami kembali menuju Dinas Kesehatan dan tim di split ke dua tempat yaitu seminar AMP untuk bidan yang diwakili Fe dan Nene, serta ke seminar staf promosi kesehatan yang diwakili oleh Emak Avis, Fai dan Oliv. Selesai pertemuan ini, kami makan siang dan kembali ke penginapan. Agenda selanjutnya adalah menuju Kecamatan Tosari untuk melihat kondisi wilayah tempat tinggal dan kerja kami selama 1 tahun ke depan. Ini hanya kunjungan sekilas untuk mendapat gambaran awal, karena kami masih harus kembali ke Pasuruan untuk agenda orientasi lanjutan.

Kami berganti baju santai dan menaiki mobil yang sudah disiapkan. Perjalanan menempuh waktu 1, 5 jam dengan agak ngebut karena Mas Slamet ingin mengejar waktu agar tak kemalaman. Jalan yang kami lalui sangat baik karena sudah diaspal seluruhnya. Hanya saja lintasannya sangat berkelok- kelok dan banyak sekali tikungan tajam yang harus dilalui yang makin lama tinggi hingga ke puncak. Kondisi ini membawa pikiran kami melayang membayangkan ini satu- satunya jalan yang dapat dilewati, tentu akan cukup menguras fisik karena mabuk darat kadang tak tertahankan.

Kami tiba di Tosari sekitar pukul 4 sore. Udara cukup sejuk dan berkabut, cuaca yang sangat wajar untuk wilayah dengan ketinggian 1700- 2700 m dpl. Kami turun dari mobil dan sangat antusias melihat calon tempat tinggal kami yang selama ini hanya bisa kami lihat melalui foto- foto yang dikirimkan. Kami masuk rumah dinas yang sudah disediakan namun masih harus kami isi sepenuhnya dengan berbagai perabotan dan alat pendukung rumah tangga. Kami sempat berbincang dengan beberapa warga yang sedang duduk di Puskesmas menunggui keluarganya yang rawat inap. Pipi mereka merah dan tubuh mereka terbalut kain sarung. Sebuah anglo atau semacam arang bakar dalam seng bulat sebagai penghangat diri diletakkan di depan mereka untuk mengurangi rasa dingin yang mulai menyergap. Kami berkenalan menyebut diri sebagai tenaga kesehatan dari Jakarta yang akan tinggal selama 1 tahun ke depan di Tosari untuk membantu di bidang kesehatan.

Menjelang pukul 5 sore, Mas Slamet mengajak kami pulang. Kami pun melaju kembali menuju Pasuruan.  Satu persatu mata mulai terlelap sambil menahan diri untuk tidak muntah di tengah jalan yang putarannya bagai roller coaster.

Satu bulan kemudian, hari ini.

Semua pelatihan yang sudah kami jalani selama 7 minggu mulai berwujud dalam aksi- aksi. Entah materinya cukup atau tidak, kami tahu bahwa jawaban- jawaban atas pertanyaan kesehatan di masyarakat kini tidak lagi bisa dijawab dengan esai panjang atau rancangan program di proposal yang biasa kami tulis pada ujian final semasa kuliah. Itu masih terlalu mudah. Tidak semua jawaban ada dalam buku. Kami harus terjun melihat langsung apa yang sebenarnya terjadi.

Bulan Desember- Januari tim Tosari akan mulai melakukan need assessment ke 600 KK di 8 desa wilayah kerja kecamatan Tosari, setelah 1 bulan lamanya beradaptasi dan menentukan ritme kerja yang sesuai. Need assessment tidak hanya akan menanyakan pertanyaan- pertanyaan di kuesioner yang belasan lembar, tapi juga melakukan cek kesehatan umum seperti cek tekanan darah, tes hemoglobin ibu hamil dan golongan darah untuk pendonor di keluarga. Masuk dari satu rumah ke rumah berikutnya dan menyapa masyarakat. Menanyakan kondisi kesehatan mereka, melihat langsung kehidupannya bersama keluarga, dan menyentuh mereka dengan tangan kami sendiri. Saving lifes requires knowledge, dedication and leadership (Alfred Sommer). Masing- masing kami membatin, apapun itu, kami ingin berkata : Siap!

Salam Tosari!



No comments:

Post a Comment