Tosari, sebuah daerah di Pasuruan
yang menjadi salah satu jalan bagi para pendaki untuk mencapai gunung Bromo dan
Pananjakan. Terletak 67 km dari kabupaten Pasuruan, Tosari dapat ditempuh dalam
waktu ± 1,5 jam dengan mobil
pribadi, truk sayur, ataupun motor melewati jalan berliku yang cukup membuat
pendatang merasa mual. Meski jalur Tosari tidak setenar jalur Probolinggo,
Tosari tetap menjadi salah satu jalur favorit bagi wisatawan untuk melihat
Sunrise di Gunung Pananjakan.
Tidak hanya sebagai sebuah jalur
menuju puncak Bromo, Tosari juga memiliki banyak kehidupan di dalamnya. Kecamatan
ini terdiri dari 8 desa bernama Sedaeng, Podokoyo, Ngadiwono, Tosari, Wonokitri,
Baledono, dan Pandansari. Desa-desa ini terletak lumayan berjauhan, yaitu
sekitar ±20-30 menit
antardesa dengan sepeda motor. Penggunaan sepeda motor sebagai sarana
transportasi antardesa dirasakan lebih nyaman selain bisa sekaligus sightseeing dan merasakan udara segar
langsung, juga dapat mengurangi rasa mual pengendara. Namun ada pula desa yang harus ditempuh
lebih dari satu jam dari puskesmas karena medannya yang sulit.
Masyarakat Tosari sendiri
didominasi oleh Hindu Tengger, yang kemudian diikuti dengan agama lainnya
seperti Islam dan Kristen. Meski begitu, keberagaman yang terjalin cukup indah
dan nyata dirasakan. Di belakang rumah dinas kami ada Pura, jalan keluar dari
lapangan belok kiri sedikit dapat ditemukan gereja, dan belok kanan ada mesjid.
Selain itu, banyak warga yang menikah berbeda agama dan tak menjadikan ini
masalah yang berarti. Sungguh merupakan gambaran sebuah masyarakat plural yang
harmonis. Keindahan serta kedamaian perbedaan dapat hidup berdampingan di sini.
Keindahan visual Tosari pun tidak
perlu diragukan, kecamatan ini dikelilingi oleh pegunungan, pohon-pohon pinus,
langit yang begitu dekat membentang, ditambah dengan nuansa kabut yang mistis.
Semua elemen seakan-akan berintegrasi untuk menambah kesempurnaan alam Tosari.
Dan seperti halnya daerah pegunungan lain, Tosari memiliki suhu cukup dingin,
yaitu sekitar ±10-150C
setiap harinya. Matahari yang sering bersembunyi malu di balik awan pun cukup
masyarakat sekitar rindukan. Bila di daratan rendah masyarakat bersembunyi dari
matahari, masyarakat sekitar Tosari justru mencari Sang Matahari.
Keindahan hidup di sini pun
terbentuk dari adanya gotong royong antarwarga yang cukup kuat. Semua warga
saling membantu dan saling menghormati. Kenal tidak kenal pun selalu ada
senyuman sapa tercipta di papasan jalan. Selain itu, warga Tosari mendapat
predikat pembayar PBB terpatuh se-Indonesia. Hal tersebut dikaitkan pada
karakter masyarakat Tosari yang manut
dan berharga diri tinggi.
Mayoritas penduduk Tosari
bermatapencaharian sebagai petani . Di sekitar Tosari dapat dilihat begitu
banyak sawah warga yang mempunyai kemiringan hampir 900 karena
mengikuti kontur pegunungan. Kemiringan sawah warga Tosari ini sering membuat
saya berpikir, bagaimana bisa mereka tidak jatuh saat menanam maupun memanen?
Hmm ya sudahlah mungkin mereka memiliki kemampuan lebih dibanding manusia
daratan rendah. Tosari juga memiliki sayuran khas, yaitu semen (semaian) yang hanya bisa didapat setelah penanaman kubis. Semen , begitulah panggilan dari
masyarakat sekitar ini jarang ditemukan di daratan rendah dan cukup menjadi
favorit bagi para turis maupun pendatang. Jenis tanaman yang banyak ditanam
disini selain semen, yaitu kentang,
daun bawang, lombok, tomat, dan bahkan gandum. Tosari juga sering didatangi
warga Jepang karena salah satu hasil pertaniannya, yaitu gandum.
Hidup di Tosari tidak mungkin
kelaparan, rencana diet beberapa dari tim Pencerah Nusantara pun bisa
diramalkan akan segera gagal. Mengapa tidak, setiap berkunjung ke rumah warga
selalu disuguhkan makanan dan minuman yang sangat manis. Salah satu
karakteristik warga Tosari yaitu penyuka minuman manis. Setiap minuman yang disediakan
rasanya selalu sangat manis, bisa dibayangkan suatu hari kami disuguhi kopi
tubruk yang perbandingan kopi dengan gulanya adalah 1:3 sdm. Bila dikaitkan
dengan kesehatan, tidak mengherankan angka penderita kencing manis di Tosari
cukup tinggi. Selain itu, hampir setiap kunjungan kami dibekali dengan sayuran
ataupun beberapa makanan khas Tosari, seperti aron dan jenang.
Jenang Tosari |
Nasi Aron yang terbuat dari jagung |
Pada akhirnya, kami hanya bisa
bersyukur atas segala bunyi jangkrik, hamparan bintang di langit, harum rumput
basah, kabut yang menutup jarak pandang mata, serta pegunungan yang indah
mengepung, semua hal tersebut begitu indah tergabung menambah keindahan Tosari.
Masyarakat dan kami, si kaum pendatang, tidak bisa tidak mencintai tempat ini.
Kehadiran Yang Maha Esa sungguh terasa lewat karya-Nya di sini. Kami pasti akan
betah hidup setahun di Tosari bersama seluruh komponennya. Harapannya, semoga
kami pun dapat bermanfaat dan bekerja sebaik-baiknya di sini. Ciao! (Apoteker Oliv)
No comments:
Post a Comment