Tujuh bulan berada di Bromo membuat saya entah berapa kali melihat keajaiban matahari terbit serta kawah Bromo. Terkadang saya beruntung mendapatkan ketenangan dan dapat mengabadikan gambar terbaik namun tidak jarang saya berada di waktu yang kurang tepat sehingga berdesakan dan tidak dapat mengambil gambar apapun. Seperti liburan di hari Kamis (9/5/13), Bromo diserbu hampir seribu manusia dari berbagai penjuru dunia. Suasana seperti ini sama persis dengan puncak pergantian tahun dimana untuk bergerak saja akan sulit. Hasilnya, saya sama sekali tidak dapat mengabadikan gambar matahari terbit.
Namun, saya baru menyadari ada uniknya Bromo di kala serbuan manusia tidak terbendung. Muncul ide untuk mengabadikan keramaian para manusia. Lucu-lucu cara mereka mengabadikan moment di Penanjakan dan karena saya kurang tinggi dan tidak terlalu bernafsu untuk menyerobot berada di barisan depan maka saya jepret saja hasil foto mereka. Toh saya masih punya banyak waktu dan hampir setiap bulan mengunjungi Bromo lantaran menjadi guide dari beragam teman yang sekadar mampir.
Puas mengabadikan lautan massa di Penanjakan maka saya segera beranjak menuju padang savanna atau biasa dikenal sebagai bukit teletubbis. Sayangnya, lautan massa ini berarti pula kemacetan mengular dari ratusan mobil jip yang membawa tamu. Namun setelah bersabar akhirnya tiba di padang savanna dan cuaca di hari libur panjang mendukung pengambilan beberapa foto di bawah ini.
Puas menikmati hamparan bukit hijau yang menyejukkan mata, saya berpindah ke lautan pasir dengan Gunung Batok sebagai latarnya. Penasaran dengan berbagai gaya unik foto teman sebelumnya, saya pun mencoba membuat berbagai gaya unik. Ternyata butuh loncatan ratusan kali untuk menghasilkan satu loncatan terbaik. Tidak boleh pantang menyerah dan inilah gaya unik yang dapat saya persembahkan. Harapannya pembaca sekalian datang kembali ke Bromo dan melakukan pose yang lebih unik dan gila lagi dari saya.
Salam Gunung Bromo
Dr.Hafiidhaturrahmah
No comments:
Post a Comment