Followers

Friday, August 2, 2013

Keliling Dunia Hanya dengan Mobil

13749325022131802281
Beruntung, itulah kata yang tepat ketika lapangan tepat di depan Puskesmas Tosari, Bromo tempat saya bekerja kedatangan mobil besar layaknya karavan. Para pecinta petualangan ini sering disebut sebagai komunitas RV (Recreational Vehicle) karena memang mereka menggunakan mobil karavan yang isi di dalamnya lengkap seperti isi rumah. Bagaimana rasanya bertemu mereka selama 3 hari ( 25-27/7/2013) ikuti petualangannya.
13749319122093572738
Suasana kedatangan di kala malam
1374931970660994214
Suasana di pagi hari tampak bidan muda saya ikut berpose

Keliling Dunia
Berawal dari sebuah wesite berbahasa German yaitu Abenteureosten yang artinya Petualangan ke Timur maka komunitas para pecinta karavan ini dapat berkeliling dunia. Bukan hanya keliling satu dua negara tapi dengan karavan ini mereka dapat melintasi semua negara melalui jalan darat.
13749324011769371564
Salah satu karavan terlihat gagah dari balik jendela kamar saya
13749325022131802281
Karavan panitia jadi yang terakhir meninggalkan lokasi
1374932550570321646
Duh...gimana cara belok dan nanjak ya...#ternyatabisa
13749326096473668
Yang kita kira sulit belum tentu sulit bagi yang sudah terbiasa
1374932682792399787
Sampai berjumpa lagi di negara lain!
"Loh...masa sih lewat darat bisa keliling dunia. Apa gak butuh kapal tuk ngangkut semua mobil besar ini?" tanya saya dalam bahasa Inggris tentunya.  Dan saya langsung dibawa Mark (salah seorang peserta) ke karavannya untuk melihat peta besar. Yah...itu adalah gambar peta yang terpatri di mobilnya.


Sambil melihat peta, Mark ditemani Roma menjelaskan petualangan mereka dimulai sejak 10 bulan yang lalu tepatnya Oktober 2012 (wah sama dengan masa jabatan saya di Bromo^_^). Berawal dari German, mereka melintasi benua Eropa melalui jalan darat hingga mereka sampai di Turki.

"Loh gak pake kapal?" tanya saya ketika Istanbul dan pusatnya Turki terpisah jarak laut. Ternyata ada jembatan yang menghubungkan Eropa dengan Timur Tengah. Yah dari sana mereka lanjut melintasi beberapa negara Timur Tengah seperti Armenia, Irak, Iran dan beberapa (saya lupa saking banyaknya) hingga mereka bertemu negara India.

Dari India mereka lanjut ke beberapa negara Asia termasuk China, Kamboja, Myanmar, Thailand, Malaysia dan Singapore. Nah setelahnya mereka kembali lagi ke Malaysia untuk melaut . Yah akhirnya dari petualangan melintasi beberapa negara ini, mereka terpaksa memasukkan karavan mereka ke dalam kapal karena tujuan berikutnya adalah INDONESIA.


Berawal dari Sumatera
Petualangan di Indonesia ternyata tidak kalah menarik. Jika di negara besar seperti India dan China mereka menghabiskan waktu kurang lebih 2 bulan maka Indonesia pun hampir sama 2-3 bulan petualangan. Pulau Sumatera adalah pulau pertama yang mereka jelajahi lalu berlanjut ke tanah Jawa dimana mereka singgah di Jakarta-Bandung-Yogyakarta-Surabaya-Bromo-Bali-Flores NTT dan melintasi negara lain yaitu Timor Leste dan berakhir di Australia.


Jejak perjalanan mereka yang jauh melintasi berbagai negara memang membuat petualangan ini tidak sesingkat yang dibayangkan. Total hampir dua tahun untuk menjelajahi keseluruhan negara yang saya sebutkan di atas ditambah lagi jika mereka dari Australia mau memasukkan karavannya ke dalam kapal dan berlanjut ke Benua Amerika Latin, sementara mereka naik pesawat.


Saya tak hentinya berkata "Wow...crazy" ketika mereka menyebutkan beberapa negara dan rencana petualangan mereka. Yah...tentunya dua bulan selama di Indonesia belumlah cukup untuk mengenal negara kita secara dalam namun pertemuan dengan Mark dan Roman menjadi awal dari persahabatan dengan beberapa peserta karavan lainnya.


Pasangan Carmelita dan Wolfgang
Yah pasangan Filipina dan German yang bertemu di Jepang ketika mereka masih kuliah ini merupakan pasangan serasi yang dijamin dapat membuat anda iri. Bagaimana tidak, walau usianya sudah tidak muda lagi namun mereka masih sangat bersemangat menjejajahi dunia. Bahkan mereka tidak sungkan menyilahkan saya langsung masuk ke dalam karavan mereka. Mohon maaf sebelumnya bagi yang sudah penasaran akan isi karavan, saya belum dapat menyertakan fotonya karena begitulah permintaan mereka.
Ini kali pertamanya saya menginjakkan kaki di tangga masuk karavan dan wow walau kecil namun segala perabotan di dalamnya lengkap. Ada sepasang tempat tidur yang dapat dibuka menjadi meja jika sedang tidak digunakan. Biasanya pasangan tersebut mengerjakan beragam hal dari laptopnya di meja ini. Jangan khawatir karena saya lihat ada USB salah satu provider ternama asal Indonesia yang artinya mereka dapat mengkoneksikan internet kapan saja dan di mana saja di wilayah Indonesia ini.

Selain itu, dapur rapi serta beberapa rak juga terlihat menghiasi. Beberapa lemari yang masih tertutup pun tidak lupa dijelaskan oleh Carmelita, isinya antara lain pakaian dan juga toilet.  Yah, lemari mirip tempat pakaian ini ternyata toilet sederhana mereka. Namun mata saya terhenti ketika menemukan satu rak buku kecil tepat di atas kepala saya. Itu perpustakaan mini mereka dimana setiap berhenti di negara maka mereka biasanya akan membeli kenangan buku atau mendapatkan buku sebagai kenangan darrang lain.  Tak ayal, beragam bahasa pun ditemukan di dalam rak kecil tersebut.

Mengenal pasangan ini lebih lanjut membuat saya merasa senang karena ternyata dunia sangat sempit. Saudara Carmelita beberapa juga dokter spesialis yang sudah lebih dulu kuliah di John Hopkins, salah satu kampus yang saya idamkan juga. Dia tidak segan menceritakan petualangannya selama hampir satu tahun ini bahkan ketika melewati Garut mereka dicegat polisi. Kesalahpahaman tersebut jika dikenang membuat mereka tertawa karena memang pada saat yang bersamaan ada beberapa imigran gelap dari Timur Tengah memasuki kawasan Garut tanpa paspor sementara rombongan karavan ini mempunyai perizinan lengkap. Bukan hanya mereka yang punya paspor namun juga karavan mereka. Akhirnya karena merasa bersalah telah menahan selama tiga hari maka sebagai gantinya rombongan ini mendapat pengawalan penuh dari kepolisian di Garut dan juga batik.
13749320541822660560
Bersama Carmelita dan Wolfgang dan Frans tepat di kanan saya
1374932136739861451
Wolfgang memanggul kamera keren karena kecintaanya terhadap dunia fotografi. Sementara Frans berkendara seorang diri
13749329681389795879
Silakan anggap saja rumah sendiri

Sepasang Sepatu dari India


Bukan hanya peserta, di detik-detik terakhir saya berbincang dengan panitia perjalanan. Ternyata karavannya memang sengaja selalu menjadi yang terakhir berjalan karena sudah sesuai prosedur. Tidak perlu khawatir akan nyasar karena setiap karavan dilengkapi dengan GPS canggih.
13749322201502848317
Perbedaan itu bukan masalah selagi anda dapat belajar banyak dari perbedaan tersebut #liriksepatu
Dan ada hal yang menarik perhatian saya mengenai sepasang sepatu berbeda warna yang digunakannya.
"Oh yaa....saya sengaja pakai ini. Saya bertukar sepatu dengan guide ketika di India. You know...disana banyak orang miskin sehingga kadang mereka menggunakan alas kaki  seketemunya saja. Beda warna, entah tertukar dengan siapa, tidak masalah yang penting pakai alas kaki.  Sebenarnya, siapapun anda, tidak peduli kaya atau miskin, saya rasa sepatu model berbeda begini akan terus mengingatkan anda bahwa masih ada orang di belahan dunia ini yang bahkan tidak memakai alas kaki apapun"

Saya belajar banyak dari sepasang sepatu yang telah menemaninya berkelana keliling dunia. Ternyata benar, belajar dari alam dan masyarkat adalah hal terbaik untuk membuat hati anda terus hidup.  Bahkan ketika anda tidak dapat berbicara bahasa lokal sekalipun namun jika berniat baik maka bahasa tubuh anda dapat diterima oleh masyarakat sekitar dengan baik pula.

Carmelita menjadi salah satu contohnya. Kami berpamitan setelah berpelukan erat bahwa suatu hari nanti kami akan bertemu di negara lain dengan cerita yang lebih seru tentunya.

"Thank you for your hospitality" itulah kalimat terakhir yang diucapkan setelah hal sederhana terkait air dan listrik ternyata membantu karavan mereka yang sedikit rusak. Bahwa anda sekalian dapat menjadi duta keramahtamahan penduduk Indonesia ternyata.

Persiapan Pensiun, Tentukan Mau Apa dari Sekarang


Sebagian besar peserta petualangan karavan ini adalah pensiunan dari beragam pekerjaan. Bukan sembarangan pekerjaan karena ada dokter, professor bahkan para pegawai lain yang ahli di berbagai bidang. Mereka sejak lama ternyata telah menyiapkan tabungan khusus untuk petualangan mereka kali ini baik dalam bentuk tabungan maupun asuransi.

"Menabungnnya sudah sejak muda tapi kalau bisa kamu nanti keliling dunia sebelum 60 tahunan ya supaya badan masih sehat" ujar Carmelita sembari memegang lututnya yang pernah dioperasi lantaran pengeroposan tulang. Bahkan wanita yang ternyata ratu pianis ini juga mengalami beberapa operasi di pergelangan tangan lantaran terlalu sering bermain piano.

Apa yang dikatakan Carmelita benar adanya, di kala kita mempunyai uang dan kesempatan, belum tentu kesehatan mendukung kita.  Melihat para pensiunan ini berkeliling dunia membuat saya penasaran bagaimana cara mereka menabung dan memprioritaskan uang pensiunannya untuk berwisata.

"Saya tidak akan mengandalkan anak-anak saya ketika saya setua ini untuk berlibur. Anak-anak kan sudah besar dan mereka punya kehidupan masng-masing. Jadi selagi muda ya harus menabung untuk pensiun" Carmelita melanjutkan ketika saya tanya kenapa anak-anaknya tidak ada yang ikut.

"Saya dulu bekerja 7 hari tanpa pernah libur loh dan sekarang saya berlibur selama mungkin dengan uang tabungan saya" ujar Mark namun tentu berbeda dengan Roman karena dia yang termuda di rombongan kali ini. Meski usianya masih 30 tahunan dan berprofesi sebagai dokter gigi namun Roman tidak dapat menahan keinginannya untuk berpetualangan di Indonesia.
"Yah...saya ikut rombongan ini hanya khusus menjelah Indonesia saya. Saya kira sehabis lulus saya mau santai dulu jalan-jalan eh gak taunya mereka bikin saya ketagihan jalan-jalan' ujar Roman sambil terbahak-bahak karena nyatanya memang dia belum memikirkan akan kembali menjadi dokter gigi.
"Maybe you can be dentist here" ujar saya sambil berkata bahwa puskesmas saya dilengkapi juga dengan peralatan gigi yang (hampir) rusak karena memang tidak pernah ada dokter gigi mau ditempatkan disini.
Benar memang, masa pensiun harus disambut dengan bahagia karena masa ketika masa tersebut datang itu artinya tidak lagi akan direpotkan dengan beragam hal terkait pekerjaan. Bahkan masa pensiun juga dapat dimanfaatkan sebagai masa mengembangkan hobi tanpa hambatan pekerjaan. Seperti halnya Wolfgang yang menyukai fotografi.

"Saya mengambil 300 foto Bromo loh. It was awesome" begitu ujarnya ketika menujukkan hasil foto dan video yang ditunjang peralatan layaknya fotografi handal.  Kali ini kami sama-sama pecinta Nikon ternyata.  Di sela-sela petualangannya ini ternyata Wolfgang masih menyempatkan diri mengedit foto juga video perjalanan mereka.

Melihat mereka yang masih gigih walau sudah pensiun membuat saya mulai berpikir tentang apa yang akan saya kerjakan ketika pensiun nanti. Berkeliling dunia menggunakan karavan seperti mereka kah? atau mengerjakan hobi lain yang saya sukai. Apapun itu, yang pasti sejak sekarang saya sudah harus menyediakan tabungan khusus juga passive income agar di hari tua dapat mewujudkan cita-cita hari tua.


Salam Keliling Dunia
Pensiun Nikmat, Pensiun Aman
dr.Hafiidhaturrahmah

Heran... Kok Masih Banyak yang Mau Jadi Dokter

1374940912549572973
Ilustrasi-Dokter/Kompasiana (shutterstock)
Yup....saya heran kenapa masih banyak anak lulusan SMA yang ketika saya tanya ternyata ingin menjadi dokter. Terlepas dari beragam hal yang mendasari mereka memilih cita-cita tersebut, saya hanya ingin menceritakan bahwa menjadi dokter itu bukan segalanya. Ini tulisan sequel bagi yang telah menghubungi saya secara pribadi lantaran tulisan saya tempo dulu: Tips Masuk Kedokteran juga Surat Dokter untuk Sahabatnya
Kenapa Harus Jadi Dokter?

Ketika anda memutuskan untuk menjadi dokter, itu artinya anda sudah memutuskan bahwa sebagian besar hidup anda sudah tidak akan seperti biasanya lagi. Sebagian besar dunia anda akan terisi dengan dunia bernama "pasien". Bahkan tidak jarang waktu tidur anda tersita, hanya dapat memejamkan mata sejenak atau malah tidak boleh terkantuk sama sekali, seperti yang pernah mama saya bilang. Bahkan anda dilarang marah loh jika anda menjadi dokter karena sekalinya anda marah maka dapat dipastikan pasien akan kecewa. Padahal sebagian besar "marahnya dokter" itu untuk kebaikan pasien sendiri.  Selain itu, anda juga harus siap untuk sakit dan mendengar pernyataan "iih...kok dokter bisa sakit sih" ketika anda demam lantaran terlalu capek bekerja. Malah, jika anda ditempatkan di daerah pelosok seperti saya, anda dapat saja mengalami musibah yang lebih parah daripada sekadar demam.
"Ah...gak papa sakit...kan ada asuransinya" eiit...tunggu dulu sebelum berbicara asuransi seperti di atas. Hampir sebagian besar tenaga kesehatan yang hidup dan mati di Indonesia raya ini tidak terlindungi oleh asuransi kesehatan. Pernah mendengar kisah seorang dokter yang sakit dan bermalam di rumah sakit tempat dia bekerja, dia hanya mendapat potongan uang jasa antar dokter karena di antara "sejawat" ada peraturan tidak tertulis mengenai hal tersebut namun untuk biaya nginap dan obat dia masih harus bayar. Miris bukan...
"Ah...jadi dokter kan bisa kaya" waaak apalagi kalau alasan klise yang satu ini. Tunggu dulu....kalau yang anda lihat dokter-dokter berumur 40-50 tahunan jelas saja mereka sudah berada pada posisi mapan karena mereka sudah berjuang selama 20 tahunan lebih dalam profesi dokter. Namun, dibandingkan dengan profesi lain, jelas dokter bukan pilihan menarik untuk menjadi kaya. Saya bahkan tidak ingin anak-anak saya nantinya menjadi dokter kecuali jika itu dari hati mereka yang terdalam.  Menjadi dokter tidak semudah membalikkan telapak tangan apalagi yang dicari menjadi kaya dengan cepat. Masih harus ada beragam ujian dan boleh jadi anda tidak langsung lulus ujian tersebut. Saat ini yang masih dipergunakan adalah Ujian Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI). Bagaimana nasib yang tidak lulus? yah terkatung-katung seperti ini.
"Tapi kan jadi dokter itu mengabdi" yaah kalau ini alasannya masih boleh lah meneruskan tetap masuk ke FK tapi harus siap dengan segala konsekuensinya. Kedokteran itu unik, dibilang biaya mahal memang iya karena nyatanya hingga detik ini masih ada yang memberikan "uang sumbangan" sebesar 650 juta hanya untuk masuk awalan di Kedokteran Umum.  Tidak perlu disebut siapa yang pasti orang tuanya berkelas lah. Saya bisa bilang begini karena kejadiannya baru saja terjadi di pembukaan kedokteran 2013.
Namun, dibilang murah juga bisa karena nyatanya masih ada saja yang berhasil mendapatkan beasiswa dan masuk tanpa membayar sepersepun di Kedokteran Umum. Konon asasnya sih katanya hingga detik ini masih "saling subsidi" jadi sah-sah saja yang mempunyai kemampuan finansial berlebih untuk menyumbang banyak agar lebih banyak lagi yang terbantu. Toh nyatanya saya merasakan, memang belajar kedokteran membutuhkan nominal yang tidak sedikit karena dituntut beragam praktikum agar tidak salah ketika bertemu langsung dengan pasien. Jadi selagi otaknya memang mampu, ya semoga finansial tidak memberatkan. Toh kalaupun kaya tidak ada salahnya berbagi lebih untuk yang tidak mampu. Just it. No Offense!
Belajar Empati bukan Simpati
"Ih...dokter harusnya memberikan pelayanan yang terbaik. Coba bayangkan kalau itu anak dokter, apa dokter mau dia terbaring sakit seperti itu?' kalimat di atas mungkin pernah anda dengar dari orang tua yang tidak sadar telah mengeluarkan makian kepada dokternya. Apapun penyebabnya, dokter diajarkan untuk berempati dan bukan bersimpati.
Mungkin anda berpikir kalau dokter sering kali melupakan pasien setelah ada pasien berikutnya, tapi anda salah. Dokter sebenarnya ikut pusing ketika dihadapkan dengan pasien yang parah namun di satu sisi (misalnya) tidak mempunyai kartu pengobatan gratis. Bagai buah simalaka, di dokter pun ikut berpikir bagaimana jalannya. Mungkin si dokter akan menyarankan ke pasien untuk mengurus surat keterangan tidak mampu yang berbelit jalannya sebagai salah satu solusi karena memang tidak mungkin untuk si dokter memberikan kebijakan lait terkait gratis obat dan penginapan yang di luar tanggung jawabnya. Bahkan tidak sedikit dokter yang rela tidak mendapatkan uang "jasa" untuk beberapa kasus sepeti itu, yang tentu saja pasien tidak tahu jika dokternya tidak bilang. Yah, untuk apa juga bilang-bilang ketika berbuat kebaikan.
Belajar empati, jujur bagi saya bukan hal mudah.  Belajar bagaimana meringankan tanggung jawab tanpa perlu terpikirkan akan pasien lagi.  Apalagi bagi dokter yang bertugas di remote area atau daerah dengan peralatan terbatas.  Saya pernah semalaman tidak tidur ketika di tugas Sumba karena kecelakaan dan seorang anak lelaki terpaksa saya jahit robekan luka yang cukup besar di kepalanya. Hanya berbekal sterilisasi sederhana sorot senter saja karena memang tidak ada listrik di tempat saya tinggal.  Setelahnya saya memberikan rujukan karena memang anak tersebut harus dirawat di rumah sakit. Sayangnya keluarga hanya bilang iya secara samar-samar dan benar dugaan saya, hingga pagi hari belum ada kabar terkait anak tersebut. Ternyata, dia memang tidak dibawa ke rumah sakit lantaran tidak ada kendaraan dan uang.  Dan saya pun saat itu tidak dapat memberikan lebih setelah semua pertolongan yang saya berikan semalam tidak saya tarik seperspun.
Belajar empati tentunya akan mengaduk-aduk perasaan seorang dokter apalagi jika pasien yang ditolong hanya berpura-pura saja menjadi pasien. Yap..saya pernah menghadapi pasien remaja yang kejang lantaran keinginannya dibelikan motor tidak dituruti oleh orang tuanya.  Tentu saja dokter yang lihai akan mudah membedakan mana kejang yang benar dan pura-pura walau ketika kejang mengeluarkan busa sekalipun. Saya acungi jempol deh untuk para pasien seperti ini dan silakan coba casting film siapa tahu beruntung mendapat peran menjadi pasien.
Bahkan ketika saya saat ini berada di pegunungan Bromo yang notabene tidak terlalu terpelosok seperti Sumbapun saya masih harus berhadapan dengan lika liku simpati-empati.  Bagaimana ketika seorang ibu meninggal lantaran stroke karena darah tinggi sementara saya masih harus mendamaikan anaknya. Ketika sebagian besar bayi tidak diberikan ASI karena kolotnya orang tua akan adat pemberian pisang membuat saya miris dan sesak napas. Atau ketika datang pasien dengan batuk darah hebat yang akhirnya tidak terselamatkan hanya karena Tuberkulosis alias TBC, padahal anak-anak yang ditinggalkan masih membutuhkan sosok ibu.  Atau ketika anda harus berhadapan dengan berbagai kebiasaan adat yang menyulitkan seperti memberikan kopi untuk mencegah kejang atau malah memilih dukun dalam persalinan?  Atau ketika anda terkejut ternyata di desa ada pasien dengan kadar gula sangat tinggi tapi masih hidup normal? Atau apa yang akan dilakukan ketika pagi buta dikejutkan oleh orang yang mencoba meloncat bunuh diri lantaran terganggu jiwanya? Atau menghadapi pasien gangguan mental yang hamil? Bahkan hingga saya menuliskan ini, Ningrum, begitu namanya, masih selalu dalam komunikasi agar jiwanya selalu stabil. Dan...tetap saja di luar sana, masih banyak pasien miskin yang akan mengaduk-aduk jiwa anda karena saya yakin hampir semua dokter mempunyai jiwa.
Selalu Ada Mentari di Pagi Hari

Yah...saya selalu berprinsip bahwa kesehatan bukan hanya mengobati namun mencegah. Bahwa bukan hanya orang sakit yang didekati namun orang yang masih sehat agar terus sehat. Dan selalu saja ada harapan baru di setiap tempat yang saya singgahi bahkan separah apapun itu kondisi kesehatannya. Walaupun harus berhadapan dengan perang suku, juga kondisi parah lainnya, saya selalu menyempatkan diri untuk bercengkrama dengan anak-anak kecil yang akrab saya sapa kurcaci.  Dari mereka harapan itu muncul bahwa para kurcaci inilah yang nantinya akan jadi pemimpin Indonesia di masa depan. Jika sekarang saja mereka harus berjuang melawan kekurangan gizi, cacingan juga malaria maka isi otak mereka sebenarnya daapat jauh lebih baik jika mereka tidak harus menderita berbagai penyakit tersebut.
Bukan hanya di Sumba, Bromo pun memberi saya harapan bahwa di tempat ini saya pernah bertemu denganAji, si arsitek cilik luar biasa yang semoga di kala besar dapat benar-benar menjadi arsitek. Para remaja yang ternyata mempunyai mimpi luar biasa dan saya katakan untuk tidak takut bermimpi.Mimpi gratis jadi perlahan mereka mewujudkan dengan berani mengekspresikan diri salah satunya dengankampanye anti rokok padahal Bromo terkenal dengan perokok hebatnya. Saya pun bertemu dengan makin banyak remaja yang sebenarnya punya cara tersendiri agar teman-teman sesama remaja tidak hamil duluan sebelum selesai SMA.  Lucu mengingat bagaimana saya harus mencari kata-kata yang dapat diserap mereka ketika belajar tentang pangeran sperma menyambangi kediaman putri telur.
Selain itu, para guru senantisa membantu kami dalam imunisasi karena kalau tidak saya tidak terbanyang berapa banyak anak berteriak histeris atau menangis lantaran takut jarum suntik. Dan kader kesehatan yang dipilih langsung oleh masyarakat juga pegang peranan penting menyehatkan ibu hamil serta bayi. Memberdayaan kemampuan masyarakat di sekitar tempat kita bertugas sebenarnya menjadi kunci penting jika ingin masyarakat mulai mencegah penyakit.
Siap Membuka Diri
Yah...bagi yang tetap mau menjadi dokter, silakan saja, tapi saya berharap nantinya akan menjadi dokter yang lebih membuka diri. Tidak hanya terkukung bahwa dokter yang paling baik dan benar di antara tenaga kesehatan lainnya. Memang, tidak dapat diingkari juga bahwa dokter memiliki ego lebih karena sejak di bangku kuliah ajaran etika tidaklah cukup. Hanya berinteraksi antara dokter saja tidaklah cukup untuk membuat para tenaga kesehatan Indonesia bersatu. Ada baiknya jika saling menghargai di antara tenaga kesehatan tercipta sejak di bangku kuliah dimana ada kuliah bersama antara dokter-perawat-bidan-apoteker-ahli gizi-ahli kesehatan masyarakat dan beragam profesi kesehatan lainnya agar ketika sudah  lulus terbangun rasa saling bekerja sama. Hal tersebut penting agar tidak muncul ucapan di kemudian hari bahwa "perawat hanya pembantu dokter" atau beberapa kalimat menyinggung profesi kesehatan lainnya.  Padahal perjuangan untuk menjadi tenaga kesehatan-apapun profesinya-bukan hal mudah loh. Sosok perawat Zuni dan Amri membuktikan perjuangan mereka disini.
Selain itu, ketika menjadi mahasiswa kedokteran, jangan hanya disibukkan belajar tanpa memperdulikan masalah sosial di sekitar anda. Ada banyak cara melatih kepekaan jiwa salah satunya dengan memperbanyak aktivitas sosial atau anda boleh bercita-cita menjadi mahasiswa teladan nasional seperti ini. Tidak ada yang tidak mungkin, adik kelas saya, dia menyusul menjadi mahasiswa terbaik tingkat nasionalsetelah mendengar presentasi saya dan waktu yang dibutuhkan untuk mewujudkan mimpi itu hampir 5 tahun. Dia mendengar di awal tahun saat menjadi mahasiswa dan baru terwujud ketika hampir lulus.
Ekspresikan Gayamu!
Ada banyak cara mengekspresikan gaya ketika anda ditempatkan di pelosok antah berantah. Menulis dan berbagi tulisan salah satu cara untuk eksis selain hanya sekadar berfoto saja. Sumba, Kalimantan dan Bromo memang sudah saya jelajahi walau tidak semuanya terekam dalam jejak tulisan dan foto. Mempelajari pasien dan kesehatan masyarakat di suatu daerah dapat juga dilihat dari lingkungan sekitar termasuk pariwisatanya. Siapa tahu  pantai-pantai cantik yang ada di Sumba ini dapat menyejahterakan masyarakat sekitar. Di Sumba saya belajar menjadi minoritas dan merayakan natal bersama juga belajar mengenal beragam budaya mereka upacara adat seperti Pasola dan Nyale. Bahkan Bromo juga menyimpan keunikanupacara Kasada disamping memang mempunyai pemandangan luar biasa indah. Saya bahkan dapat berlari di udara jika berada di Bromo. Kapanpun silakan datang berkunjung ke Bromo tapi jangan salahkan saya jika anda tepat datang di hari yang padat pengunjung seperti ini. Dari Bromo anda masih dapat berpetualangan ke taman safari di kawasan Pasuruan.
Menutup tulisan ini, saya mengajak sekali untuk merenungkan kalau "rumput tetangga selalu lebih hijau". Silakan dapat dibaca lagi pengalaman saya ketika koas alias masih menjadi mahasiswa kedokteran disini.Berhadapan dengan mayat dan darah juga harus dipertimbangkan. Jangan terlalu memaksakan diri jika memang dirasa akan memberatkan anda di kemudian hari. Masih banyak jurusan di luar sana yang menjanjikan kehidupan lebih luar biasa daripada dokter, tentu saja dengan waktu kuliah yang tidak perlu terlalu lama.
Jika anda malah bertambah semangat menjadi dokter lantaran membaca kisah seluruh rangkain perjalanan karir saya sebagai dokter yang (sempat) tertuliskan, itu kebetulan saja yang menguatkan niat anda.  Renungkan lagi, mau jadi dokter seperti apa nantinya. Jangan sampai sudah masuk dan keluar lagi lantaran tidak kuat mengikuti ritme perkuliahan yang padat dan berat. Saya hanya dapat memberikan secuil tulisan ini saja.

Salam Dokter Indonesia

dr.Hafiidhaturrahmah

Pencerah Nusantara Tosari

Pencerah Nusantara Rayakan Kasada Bromo

Melanjutkan perjalanan saya menikmati perayaan Kasada kali ini,  saya sengaja memilih berpisah dari rombongan ambulance. Selain sudah ada dokter lain dan tenaga kesehatan yang berjaga, saya memang ingin menikmati Kasada bersama penduduk Tengger secara lebih dekat.
13746608991944818259
Pemandangan dari balik jip
Kali ini keluarga Pak Edi yang menjadi teman seperjalan saya. Sengaja saya tidak menuju kawah Bromo pada tengah malam lantaran pesta pembukaan Kasada sendiri baru selesai tepat tengah malam. Rekan saya ada yang melanjutkan langsung naik ke Bromo karena ingin mengabadikan "ujian para dukun". Yah...Kasada ini bukan hanya seserahan dari masyarakat Tengger saja namun ada beragam rangkaian ritual lainnya.
13746611851855346930
Rombongan warga dari berbagai desa terus memadati jalanan
13746612431435467210
Tidak ada mobil, segala macam kendaraan pun jadi
Pentingnya Dukun Adat
Bagi suku Tengger, dukun adat adalah tetua yang dipercaya akan  menjaga desa mereka dari marabahaya. Tidak mudah menjadi dukun adat yang masa kerjanya ini seumur hidup. Butuh berbagai ujian salah satunya adalah melantunkan hafalan mantra di puncak Bromo. Berbeda dengan pelajar yang dapat menuntut ilmu di bangku sekolah, menjadi dukun merupakan gabungan faktor "terpilih" sekaligus "warisan". Namun tidak menutup kemungkinan ilmu perdukunan ini dapat dipelajari otodidak dari para dukun yang lebih senior. Dukun Tengger memang luar biasa karena mereka menghafalkan banyak mantra dalam bahasa Tengger juga sanseketr tanpa pernah naskah mantra yang diturunkan tersebut diubah dalam bentuk tulisan.
1374660838957315988
Dukun Supayadi mengesahkan Bupati Pasuruan yang baru
Pak Supayadi, dukun tertua di Tengger ini pertama kali saya temui ketika menginjakkan kaki di tanah Bromo. Ternyata bukan hanya orang Tengger saja yang percaya berkah dari kawah Bromo karena nyatanya tidak sedikit para pembesar di negeri ini (yang tidak dapat saya katakan karena rahasia) menimba ilmu pada dukun senior ini. Bahkan dalam setiap acara adat selalu Pak Supayadi menjadi tetua dalam memimpin doa. Termasuk ketika semalam beliau memasangkan iket sebagai bentuk peresmian dari warga Tengger terhadap Bupati dan Camat baru.
"Perayaan Kasada ini merupakan tradisi yang harus terus dilestarikan. Bukan hanya milik orang dengan agama tertentu tapi milik semua warga Tengger" pada doanya Pak Supayadi menyelipkan kalimat tersebut.
Memang benar, uniknya Kasada ini tidak hanya untuk umat agama tertentu namun seluruh warga bersatu padu merayakan Kasada demi kemajuan desa. Dukun yang kini berusia 62 tahun tersebut sudah dipercaya selama 14 tahun memimpin masyarakat Tengger.

Kasada di Mata Warga Tengger
"Ini memang tradisi yang sudah kami percaya secara turun menurun sebagai orang Tengger. Para nenek moyang kami dulu bahkan rela menempuh perjalanan jauh dengan hanya berjalan kaki demi melanjutkan sumpah putra ke-23 Rara Anteng dan Jaka Seger (Teng-Ger). Kami memberikan hasil panen terbaik yang kami punya sebagai bentuk syukur denga harapan tahun depan akan dilimpahkan panen berlipat lagi. Bahkan tidak sedikit yang memberikan ayam atau kambing"
Pak Edi menceritakan Kasada menurut kepercayaan Tengger sepanjang perjalanan menaiki jip.  Saya bahkan mengabadikan Pak Edi setiap kali beliau meletakkan persembahan atau sajen.  Peletakkan ini bukan sembarangan namun membutuhkan hati yang suci. Nilai budaya dan kepercayaan yang terkandung di dalamnya sangat besar.  Bukan hanya melarung di kawah Bromo saja namun ada beberapa titik yang harus diberikan sajen juga.
1374661004885033719
Sajen pertama di Dingklik, pintu gerbang memasuki kawasan Bromo
Peletakkan pertama di Dingklik lalu dilanjutkan di daerah Pakis Bincil kemudian turun melewati belokan menyerupai huruf S yang dikenal sebagai letter S baik di ujung awal hingga akhirnya. Masih melewati kawasan Pakis Bincil ditutup dengan satu sajen dan memasuki lautan pasir akan diberikan totalnya tiga sajen di tiga tempat berbeda hingga yang terakhir tepat di bawah tangga sebelum naik ke kawah Bromo.  Pak Edi tidak menceritakan kepada saya mengapa harus ada beberapa tempat peletakkan sajen tapi menurut saya karena hal baik tidak hanya harus dilakukan di satu tempat saja. Jika memberikan persembahan memuat doa yang dipercaya suku Tengger dapat memberkahi mereka maka beberapa tempat jelas lebih baik.
13746610661175484169
Sajen di Pakis Bincil pertama
1374661125651110824
Sajen di letter S, tikungan tajam yang rawan kecelakaan
13746613071566960862
Meletakkan sajen di akhir letter S
1374661386491630736
Sajen di akhiran Pakis Bincil
1374661420236238723
Sajen di awalan memasuki lautan pasir
1374661486888064820
Bahkan ketika memasuki kawasan tebing pun ada tempat khusus lagi untuk sajen

13746635371056293711
Sajen terakhir sebelum menaiki tangga
13746615371780782071
Nah ini tebing yang saya maksud

Perjuangan menuju Puncak dengan Berdesakan
Bukan hal mudah menuju puncak kawah di saat Kasada karena jalanan penuh sesak. Namun saya menikmati perjalanan dengan memperhatikan antusiasme para warga. Tidak sedikit saya bertemu dengan warga yang pernah menjadi pasien maupun kader kesehatan. Rasanya seperti reuni akbar dimana setiap beberapa langkah akan ada saling sapa. Baik tua, muda, besar, kecil, kaya, miskin semua berkumpul dan berjalan bersamaan mendaki setiap anak tangga menuju kawah Bromo. Lautan manusia ini tidak pernah berhenti dari tengah malam (23/7/2013) hingga sore nanti (24/7/13). Bahkan rintik gerimis yang sesekali berubah menjadi hujan lebat tidak membuat lautan massa ini berkurang. Hujan ini dianggap berkah yang dipercaya akan membawa kebaikan untuk satu tahun ke depan.
13746620351905905664
Para Pencerah Nusantara berjaket biru mendaki dengan sabar
137466207669961857
Foto dari atas kawah membidik ribuan manusia memadati lautan pasir Bromo
13746621541459928860
Karena tangga sudah penuh sesak maka mereka memilih mendaki bukit pasir
13746622141721942190
Bahkan para pewarta berita rela bersusah payah memanggul peralatan berat ini
13746624462001640426
Hujan tidak jadi halangan, berteduh dapat dilakukan dimana saja
1374662544142739502
Para Pencerah Nusantara bersabar dalam mendaki, saling memberi jeda dengan warga lain
13746626061201279360
Tanjakan ini menguji kesabaran loh
13746626511208746898
Rela tempuh tanjakan walau harus gendong anak
1374662714219708008
Dari sudut manapun warge Tengger tidak terhitung kali ini. Jumlah yang naik dan turun sama banyaknya. Bergantian terus!
1374662776396137498
Mengabadikan diri dulu sebelum didesel terus
13746628311793510945
Ini tangga yang selalu ramai baik naik atau turun
Tradisi Larung dan Tangkap Sajen
Yadnya Kasada, atau persembahan suci dalam bulan Kasada ini tidak terlepas dari budaya "larung" atau halusnya "mengantarkan" dimana para warga Tengger mengantarkan beragam hasil panen yang telah didoakan oleh Dukun Adat.  Karena banyaknya warga yang memadati pinggiran kawah Bromo maka perssembahan ini tidak bisa diletakkan dengan pelan sehingga banyak warga melempar persembahan hingga masuk ke dalam kawah.  Namun jangan salah, banyak warga yang rela melewati kawah licin agar berada di bagian bawah dan dapat menangkap hasil lemparan warga lain.
1374661591693653161
Para penangkap sudah bersiap sedia di dalam kawah
13746616412121444617
Makin siang makin ramai
1374661697504351659
Bersama Olivia, farmasis di Pencerah Nusantara
13746617571883072795
Kambing pun rela dikorbankan
13746618091289772929
Membawa kambing bagaikan membawa bayi kesayangan
1374661874263571182
Berebut tangkapan sajen....heboh. Bahkan sepertinya jumlah penangkap ini terus bertambah
13746629042041143765
Nah...bigini yang bikin rawan kecelakaan terjadi
Konon, tangkapan ini dipercaya dapat membawa berkah juga apalagi jika yang ditangkap berupa bibit kentang, palawija, atau kobis.  Melihat hal tersebut saya tidak habis pikir bagaimana para warga ini menuruni kawah perlahan. Tapi memang tidak pernah saya dengan ada korban yang sampai terpeleset di kawah Bromo bahkan selicin apapun kawahnya.
Bukan Hanya Sekadar Kasada
Bagi saya, ini Kasada pertama yang membuat saya lebih menyadari arti sebuah kearifan lokal. Bahwa kepercayaan apapun itu bukan hanya sekadar percaya tetapi lebih dari itu. Ini adalah sebuah ajang saling berbagi rezeki. Bagi para pelarung, ini adalah kesempatan memberikan yang terbaik dan berharap ada orang di bawah yang menangkap pemberian mereka agar menjadi berkah juga. Kasada menurut saya juga menjadi tempat berkumpulnya seluruh warga Tengger bukan hanya dari desa Tosari tempat saya bertugas melainkan dari tiga kabupaten lainnya yaitu Lumajang, Probolinggo dan Malang.  Tradisi yang harus dijaga kelestariannya dan lebih bagus jika dapat dikemas hingga menjadi satu penarik wisatawan.  Toh Bromo sendiri sudah menjadi daya tarik khusus apalagi jika ditambah dengan Kasada.
Salam Kasada
dr.Hadiidhaturrahmah
Pencerah Nusantara Tosari
13746629671454721097
Kasada ini mengajarkan saya arti berbagi
13746630151271079342
Ketegaran para penggengam senja mendaki Bromo
13746630791576984998
Berbagi tanpa mengharap balas
137466312955078608
Semua senang semua mendapat berkah, itulah Kasada