Followers

Thursday, January 17, 2013

Waspada: TB Renggut Nyawa Anda


1356666834567968857
Foto: Dok. Pribadi

Bagaimana mungkin saya bisa lupa jika ketukan pintu keras di rumah dinas yang nyaris membuyarkan konsentrasi ibadah magrib. 
"Dok…tolong pasien perdarahan gawat" suara petugas puskesmas itu masih terngiang jelas pada rakaat kedua.Segera saya selesaikan rakaat sisa dan meluncur ke IGD Puskesmas Tosari.
Benar memang, seorang wanita usia paruh baya sudah terbaring tidak berdaya dengan darah berlumuran di wajahnya. Bahkan lantai IGD sudah bersimbah darah. Bukan…kali ini bukan karena kecelakaan. Dan saya terdiam terkejut ketika memadangi wajah wanita tersebut. 
"Loh bukannya ini ibu yang tadi siang?" saya memastikan dan ternyata benar. Sebutlah Ibu Mawar memang pasien yang tadi siang baik-baik saja. Ia datang berobat hanya karena mengeluh perutnya sakit dan memang jadwalnya suntik KB. Namun, karena mencurigai berat badannya yang makin menurun dan bayinya pernah diobati TBC maka kami memeriksa dahaknya dan ternyata hasilnya positif. Yah…Ibu Mawar menderita TBC yang lebih dikenal masyarakat awam sebagai flek paru-paru.
TBC Membahayakan Jiwa
Ibu Mawar datang dengan batuk darah hebat, sangat hebat malah untuk fenomena sebuah batuk darah. Saya beserta tim bahkan harus langsung melakukan pijat jantung karena nadinya nyaris tak teraba. Tidak tanggung-tanggung selama dilakukan pertolongan, darah masih saja mengucur deras dari hidung dan mulut pasien yang sudah tidak sadarkan diri. Jumlahnya pun fantastis hingga satu liter darah merah segar tidak henti mengalir. Selain pijat jantung, pertolongan melalui obat-obatan kegawatdaruratan bahkan hingga enam botol infus ukuran setengah liter pun diberikan. Sayang, masih belum mampu membuat nadina teraba kuat. Hingga akhirnya pertolongan maksimal selama dua jam belum mampu menyelamatkan nyawanya. 
Sebegitu bahaya kah TBC hingga berujung pada kematian? Iya! Bakteri TBC yang tidak segera diobati akan terus bersemayam di dalam paru-paru manusia hingga akhirnya hanya menunggu waktu saja. Mycobacterium tubercuosis akan menggerogoti paru-paru hingga dapat menyebar ke bagian lain seperti tulang (Lihat kisah TBC Tulang Si Rendi di Kumuhnya Jakarta). Ketika batuk terlalu keras maka pembuluh darah yang mulai rapuh akibat serangan bakteri TBC di paru-paru akan pecah. Jika pembuluh darah di saluran napas besar yang pecah maka sangat membahayakan. Perdarahan hebat akan terjadi mirip seperti muntah darah. Perdarahan merah segar tanpa bercampur nasi merupakan ciri khas perdarahan dari saluran napas. Ibu Mawar salah satu korbannya. Sama seperti mimisan dimana permbuluh darah di hidung pecah dan terus mengalir deras, pecahnya pembuluh darah di saluran napas akan begitu pula. 
Keluarnya darah berlebihan dari dalam tubuh akan membuat keseimbangan cairan di dalam tubuh goyang dan jika lebih dari satu liter maka tubuh akan drop hingga tidak sadarkan diri. Hal ini tentunya akan mengganggu kerja jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Jika kehilangan banyak darah maka darah yang masuk ke berbagai organ tubuh pun berkurang. Kematian organ-organ tubuhpun terjadi secara cepat hanya karena hal sepele, batuk darah.
Jangan Khawatir: TBC Bisa Diobati
Kasus yang menimpa Ibu Mawar ini terjadi ketika saya mengabdi sebagai Pencerah Nusantara di Desa Tosari, lereng Bromo. Harusnya TBC tidak sampai menyebabkan kematian jikalau dapat diketahui lebih awal dan diobati. Hal ini jelas terlihat dari anak ketiga Ibu Mawar yang saat ini berusia dua tahun dan pernah menjalani pengobatan TBC. Jika ada satu anak kecil ketahuan menderita TBC artinya ada orang dewasa di sekitarnya yang menjadi sumber penularan. Untuk balita biasanya ibu akan ditanyakan terlebih dahulu karena berpeluang menjadi sumber penularan. Sayangnya disini terputus informasi sehingga Ibu Mawar tidak pernah tahu bahwa dirinya menderita TBC sama seperti putri bungsunya. Padahal setiap harinya ia menderita batuk namun tidak pernah berobat ke tenaga kesehatan lantaran menganggap dirinya sehat.
Kurangnya kepekaan terhadap TBC ini dipengaruhi oleh buruknya pengetahuan Ibu Mawar tentang TBC juga kurang perhatian keluarga dalam masyakarat. Batuk bertahun-tahun yang Ibu Mawar rasakan walau belum sampai mengeluarkan batuk darah selama ini hanya dianggap batuk biasa. Padahal penting untuk memeriksakan diri terhadap ada tidaknya TBC jika batuk dalam tiga minggu tidak ada perubahan. Selain batuk berkepanjangan maupun batuk berdarah, TBC dapat diamati dari penurunan berat badan dimana penderita tidak dalam upaya diet tertentu. Namun, di beberapa daerah dimana mayoritas masyarakatnya perokok baik aktif maupun pasif, lagi-lagi ciri batuk mengarah pada TBC ini sulit diamati karena warga akan dengan mudah berkata "Ah…ini paling hanya batuk biasa lantaran saya sedang banyak merokok". 
Oleh karenanya saya tidak bosan menghimbau, TINGKATKAN KEPEDULIAN KITA terhadap orang-orang di sekitar kita. Jika menemukan ciri-ciri seperti berikut, ajaklah mereka ke tenaga kesehatan untuk diperiksa dahaknya mengandung bakteri TBC atau tidak.
Batuk berkepanjangan lebih dari 3 minggu tidak sembuh-sembuh
Batuk berulang-ulang (mudah batuk)
Batuk hingga mengeluarkan darah
Berat badan turun (biasanya 10% dari BB semula dalam sebulan)
Ada keluarga/tetangga yang pernah menderita TBC/sedang mendapatkan pengobatan TBC

Bagaimana pun cara menentukan ada tidaknya TBC hanya dapat dilakukan di pusat pelayanan kesehatan, salah satunya Puskesmas sebagai garda terdepan pelayanan kesehatan. Tidak perlu ragu berkunjung ke Puskesmas untuk memeriksakan diri. Tidak perlu takut pula karena pengobatan TBC ditanggung sepenuhnya oleh negara alias gratis. Tentu hal ini penting karena pengobatan TBC bukan hanya sehari dua hari minum obat tetapi harus teratur minimal enam bulan.
Keluarga Berperan Penting
Lagi-lagi, keluarga memegang peranan penting menjadi Pengawas Minum Obat (PMO) mengingat pasien TBC harus minum obat teratur dan tidak boleh terputus obat walau hanya sehari sekali pun. Hal ini dikarenakan Mycobacterium tubercolosis merupakan bakteri jenis tahan asam yang mempunyai daya bertahan cukup kuat di dalam tubuh manusia sehingga dia dapat tidur sementara dan kembali tumbuh ketika daya tubuh kita melemah. Karenanya, melawan bakteri tBC dibutuhkan kombinasi obat-obatan bukan hanya satu melainkan minimal tiga obat. Keseluruhannya harus diminum secara teratur agar bakteri terbunuh maksimal dan tidak muncul kembali. Matinya bakteri ini akan menguntungkan karena pasien tidak lagi menjadi sumber penularan bagi orang lain. 
Mudah Menular tapi Juga Mudah Dicegah
Bakteri TBC memang sangat mudah ditularkan karena hanya melalui udara saja. Batuk/bersin yang tidak ditutup dengan mudah menjadi cara menularkan bakteri ini ke orang lain. Bahkan tidak jarang, kita merasa badan sehat-sehat saja padahal sudah menyimpan bakteri TBC yang sedang tidur. Oleh karenanya tidak berlebihan jika satu orang dewasa dengan TBC dapat membunuh seribu anak. TBC sangat mudah diderita oleh anak. Tapi jangan khawatir, makanan bergizi dan juga kepedulian kita terhadap lingkungan sekitar dapat mencegah penularan TBC. Caranya mudah, temukan gejala-gejala TBC dan obati orang yang anda duga menderita TBC agar sehat dan tidak menularkan penyakitnya lagi, baik sengaja maupun tidak. Selain itu, lindungi bayi anda dengan memberikan imunisasi BCG. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi dan gaya hidup sehat tidak merokok juga akan menjauhkan anda dari tertularnya TBC.
Sekarang atau Tidak Sama Sekali
Dan tiga gadis cilik Ibu Mawar masih terbayang di pikiran saya, mengingatkan saya sosok Rendi-anak dengan TBC tulang di kumuhnya Jakarta. Jarak ketiganya tidak jauh, kelas 3 SD, TK dan masih 2 tahun. Sosok anak-anak yang masih sangat membutuhkan kasih sayang ibu. Ketiganya menjadi piatu dan masih terlihat jelas sorotan kesedihan karena kehilangan ibu tercinta. Saat saya tanyakan ingin jadi apa ketika besar nantinya, si sulung menjawab "menjadi guru" dan sorot mata cerdasnya membuat saya tersenyum. Masih ada mimpi-mimpi dari tubuh mungil yang harus diwujudkan. Sekarang atau tidak sama sekali, saya tidak ingin ada lagi piatu lantaran penyakit-penyakit yang seharusnya dapat dicegah dan diobati. Sekarang atau tidak sama sekali, matikan rokok anda sebelum rokok mematikan anda dan orang-orang yang anda sayangi. Sekarang atau tidak sama sekali, mencegah penyakit lebih baik daripada mengobati apalagi bertarung dengan malaikat maut.

1356663567869894188
Pencerah Nusantara yang ada di 7 pelosok Indonesia, salah satunya di Tosari Bromo


Dr. Hafiidhaturrahmah

Gita: Mimpi Menjadi Perawat melawan Stroke



1356871732206045728
Ilustrasi/ Admin (shutterstock)

Satu bulan pertama bertugas sebagai Pencerah Nusantara di Desa Tosari, lereng Bromo membuat mulut saya sering terbuka karena terkejut. Bagaimana tidak, dalam sebulan awal ini kasus yang saya obati di Puskesmas Tosari sudah seperti kasus di rumah sakit besar. Penyakit yang dulu tidak pernah ada di lingkungan pedesaan sekarang sudah mulai marak. Gaya hidup tidak sehat ternyata bukan saja milik orang di kawasan perkotaan namun menyebar merata di pedesaan bahkan di kawasan pegunungan dengan udara yang masih segar.
Sore itu, lagi-lagi menjelang magrib, dimana setiap pasien gawat darurat selalu saja hobi datang di waktu tanggung ini. Saya dipanggil oleh pemuda yang tergopoh-gopoh mengatakan ada orang pingsan. Segera saya tanyakan yang pingsan siapa, karena usia akan menentukan penyakit gawat apa yang menyerang. Ibu paruh baya 39 tahun ternyata yang pingsan karena pusing. Segera saya mengambil peralatan "tempur" dokter dan dalam kepala sudah terbayang dua penyakit yang dapat menyebabkan pingsan lantaran pusing: Stroke dan Serangan Jantung. 
Tidak butuh waktu lama menembus dinginnya Tosari dan saya sudah berada di depan Ibu Melati (sebut saja begitu). Suara mengorok dan ketidaksadaran dengan tekanan darah yang sangat tinggi membuat saya segera meminta keluarga membawanya ke puskesmas. Maklumlah, masyarakat pedesaan hanya membawa keluarga ke puskesmas ketika sudah sangat parah kondisinya. Sementara ini, mereka lebih senang memanggil tenaga kesehatan untuk kunjungan rumah. Kebiasaan yang sulit diubah sebenarnya, namun perlahan saya ingin nantinya puskesmas lebih dimanfaatkan. 
Waspada Tekanan Darah Tinggi
Ibu Melati segera dilarikan ke IGD puskesmas dan dengan segera saya pasang peralatan pertolongan pertama. Nadinya masih teraba kencang walau tekanan darahnya sangat mengkhawatirkan 250/120. Ternyata Ibu Melati memang punya riwayat tekanan darah tinggi dan sudah biasa jika di titik 200-an, sudah tidak mengeluh pusing atau nyeri otot lagi. Wow…tentunya itu bukan pertanda baik. Orang normal akan merasakan sakit kepala atau rasa berat di tengkuk belakang kepala yang menjalar ke bahu jika tekanan darahnya di atas 140/90. Dan itu artinya respon tubuh masih bagus karena masih memberi tanda berupa "keluhan-keluhan" sehingga orang akan memeriksakan dirinya ke tenaga kesehatan.
Kenaikan tekanan darah memang tidak mendadak namun perlahan-lahan dimana jika terlena, maka tubuh dipaksa adaptasi dimana salah satu cirinya adalah sudah tidak ada lagi tanda-tanda seperti di atas. Tubuh sudah tidak tahu lagi tekanan darah seberapa yang harus dikode sebagai pusing. Sama seperti Ibu Melati yang sudah terbiasa denga tekanan darah 200 maka kesehariannya pun tidak merasa pusing dan itu menjadi salah satu alasan enggan kontrol rutin dan minum obat. 
Setelah terpasang peralatan lengkap maka segera saya mempersiapkan rujukan karena keterbatasan alat dan obat di puskesmas. Saya ikut mengantar beserta keluarga dengan jarak rujuk dua jam yang hanya ditempuh sejam saya lantaran supir ambulance saya super ngebut. Syukurlah saya berhasil tidak muntah sementara seluruh keluarga pengantar muntah-muntah. Namun sayang, ternyata Tuhan berkehendak lain, nyawa Ibu Melati tidak dapat bertahan lama sesampainya di rumah sakit rujukan. Tekanan darah yang sangat tinggi tidak hanya menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak namun mengganggu kerja jantung sehingga serangan jantung dapat pula terjadi bersamaan. 
Tekanan Darah Tinggi dapat Dicegah juga Diobati
Mengobati tekanan darah tinggi sebenarnya hal yang mudah asalkan ketahuan! Kasus yang terjadi lebih banyak pasien yang tidak pernah mengetahui tekanan darahnya tinggi sehingga serangan jantung dan stroke bukan hal mewah lagi sekarang. Mengetahui darah tinggi tentunya mudah, hanya dengan datang ke tenaga kesehatan dan diperiksa. Bahkan tidak perlu menunggu pusing, untuk orang tua usia 40-50an wajib memeriksakan tekanan darahnya minimal sekali dalam sebulan. Jika ternyata normal maka boleh dua bulan sekali memeriksakan tekanan darah. Namun jika di atas 140/90 maka masih perlu rutin sebulan sekali memeriksakan tekanan darah agar dapat terhindar dari penyakit-penyakit yang dengan cepat merenggut nyawa. 
Adapun bagi yang muda, tidak ada halangan untuk malas memeriksakan diri ke tenaga kesehatan. Bagaimanapun tekanan darah tinggi sekarang sudah mulai lazim ditemukan pada usia 20-30an karena gaya hidup. Adapun gaya hidup yang dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah ini antara lain kebiasaan makan makanan cepat saji dengan kadar garam dan kolesterol tinggi, tingkat stress pekerjaan dan juga hubungan sosial, dan kurangnya aktivitas tubuh karena terlalu banyak duduk di depan komputer. 
Oleh karenanya, mendapatkan tekanan darah normal sangat penting. Darah berperan penting dalam mengantarkan semua nutrisi tubuh sehingga jika tekanan darah meningkat artinya kerja jantung akan meningkat pula dan zat-zat racun yang harusnya dapat diangkut oleh darah lalu dibuang di ginjal dapat terhambat dengan tetap menempel di pembuluh darah. Hal inilah yang menyebabkan tekanan darah nantinya dapat berpengaruh turut mempercepat terjadinya penumpukan kolesterol, peningkatan gula darah, peningkatan asam urat, juga berbagai penyakit lainnya.
Tinggalkan Gita, Si Gadis dengan Mimpi Menjadi Perawat
Kabar kematian Ibu Melati jelas membuat gadis di samping saya menangis kencang. Gita namanya, anak kedua yang masih duduk di kelas dua SMA. Penyesalan datang bertubi-tubi, rasa tidak siap kehilangan sosok ibu yang sore harinya masih berbincang riang. Gita memang selamat tidak mengalami stroke seperti ibunya namun dalam sekejap dia menjadi spesial di mata saya. Gita adalah sosok remaja pertama yang saya temui dengan cita-cita sangat mulia. Sebulan terakhir ini saya beserta tim Pencerah Nusantara telah mengunjungi seluruh SD-SMP-juga SMA dan jujur cita-cita terbanyak mereka adalah menjadi guru atau polisi. Dua sosok yang sudah ada teladannya di desa mereka. 
Gita menjadi pendobrak karena cita-citanya adalah perawat. Untuk seorang gadis yang tinggal di SMA terpencil, di desa tersembunyi, bahkan di pegunungan yang tidak dikenal modernisasi, cita-cita menjadi perawat membuat saya tersenyum. Sepanjang perjalanan pulang membawa jenazah ibunya, saya mengajaknya duduk di bangku depan dan mendengar segala kisahnya. 
"Ibu memang biasa tensi tinggi dok. Tidak pernah mengeluh pusing tapi tadi sore pusing sampai pingsan. Saya gak pengin ibu pergi dok"
"Besok kalau lulus SMA, penginnya jadi apa dek?"
"Perawat dok"
"Wah bagus. Artinya walau sekarang dek Gita belum bisa bikin ibu selamat, besok-besok dengan jadi perawat dek Gita bisa bantu supaya tidak ada lagi yang seperti ibu sakitnya"
"Iya dok"
"Udah punya pacar belom?"
"Udah dok tapi ibu gak setuju. Saya pengin belajar dulu biar jadi perawat"
"Bagus dek….sekarang kamu harus bikin ibu bangga. Nanti kalau kamu sudah jadi perawat, kamu bisa dengan bangga berkunjung ke makam ibu dan bilang -Saya Sudah Jadi Perawat Bu-"
Dan perjalanan pulang itu menjadi kisah tersendiri bagi saya. Hingga akhirnya dek Gita tertidur karena lelah menangis dan berbagi cita-citanya. Dan mimpi dek Gita sekarang menjadi mimpi kami para Pencerah Nusantara. Bukan hal mudah bagi anak di pedesaan mempunyai mimpi tinggi namun tentu saja itu bukan hal yang tidak mungkin. Kisah perawat Naela bersama Ningrum yang berlatar belakang perawat dari desa terpencil di Kebumen ternyata mampu menembus UI. Dengan berbagai rencana terancang rapi juga motivasi tinggi tiada henti, kami siap mengantarkan dek Gita menembus UNAIR atau UNIBRAW. Hikmah terbesar dari serangan jantung bercampur stroke ini adalah munculnya motivasi belajar super tinggi. 
Dan baru sehari yang lalu, dek Gita mendadak mengejutkan saya dengan hadir di rumah dinas sederhana saya. Semangat belajar itu makin tinggi terpancar dari wajahnya dan kami tahu, mimpi anak Ibu Melati itu harus kami wujudkan. Menjadi Perawat pertama yang berasal dari Desa Tosari dan nantinya kembali mengabdi untuk Tosari.
Dr. Hafiidhaturrahmah